Saat itu saya menjadi Penanggungjawab Workshop Produser Film Pendek yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung. Tugas saya bertanggungjawab penuh terhadap kelancaran dan kesuksesan event ini selama tiga hari, Selasa - Kamis / 9 - 11 Juni 2015. Seluruh pemateri : Sammaria Simanjuntak, Cesa David Luckmansyah dan Chand Parwez Servia semuanya saya penghubungnya sejak menawarkan mereka untuk turut berpartisipasi hingga memastikan seluruh kebutuhan terselesaikan.
Hari pertama berjalan lancar, setelah membereskan ruang dan rapat sebentar dengan panitia, kami beranjak ke sebuah tempat makan untuk sedikit bercengkerama sambil makan malam.
Sekitar jam enam petang, ibu menelepon dan tak ada obrolan hanya terdengar sayup-sayup banyak orang. Lalu kemudian menghubungi kembali, hanya berkata "Indung tos teu aya." TEG hati saya langsung bergetar, antara kaget dan sedih. Lalu telepon diputus, otak saya langsung berpikir siapa yang harus saya telepon dan hubungi.
Kakak sepupu yang di Cimahi saya telepon pertama kali sambil saya minta untuk menghubungi Uwa, ibunya, untuk lebih jelasnya. Lalu adik saya yang di Jakarta saya telepon agar memberi tahu kakak sepupu yang lain juga Uwa yang ada di Kranggan. Anak lelaki ketiga Indung.
Saat memberitahu panitia lain, semuanya menyarankan saya untuk pulang agar esok hari bisa menyaksikan Indung dikebumikan. Namun, rasa tanggungjawab dan beberapa hal yang harus saya handle membuat saya memutuskan untuk tetap di Bandung dan menyelesaikan tugas sebagai PIC.
Saya meminta adik untuk menjelaskan ke orangtua dan keluarga besar tentang kondisinya. Kakak sepupu dan Om yang di Cimahi pun menelepon saya untuk pulang bareng. Keputusan saya sudah bulat untuk pulang saat workshop tersebut selesai. Setidaknya saya masih bisa berada di kampung hingga tujuh hari doa bersama.
Setelah semua urusan workshop selesai dan bersiap pulang kampung, saya menunggu travel menjemput kekosan. Perjalanan yang lumayan lancar kami lalui, sekitar jam setengah enam pagi saya sampai di rumah bibi, tempat Indung meninggal. Seluruh keluarga saya memang menginap di rumah bibi, selain untuk menemani dan doa bersama saat malam, rumah kami, rumah orangtua saya tepatnya, masih dalam direnovasi belum bisa disinggahi. Itulah salah satu alasan kenapa Indung "diungsikan" dari rumah kami karena menunggu renovasi selesai. Namun takdir berkata lain, Indung meninggal di rumah bibi, anak bungsunya.
Setelah bersalaman dengan semua kerabat, setelah minum jeniper dan sholat subuh, saya menemani mang, suami bibi, mengirim air doa yang semalam dipanjatkan ke kuburan Indung.
Saat itulah aku merasakan kehadiran Indung, saya merasa sedang berkomunikasi dengan beliau. Saya panjatkan doa untuknya, memohon maaf karena baru sempat pulang dan meminta maklum untuk statusku yang masih single, tak sempat disaksikannya menikah. Semoga Indung tenang dalam ampunanNya. Amin
Saya mengguyur air doa sepanjang kuburannya, sambil meneteskan air mata yang tak bisa dibendung lagi. Bahkan saat meninggalkan komplek kuburan pun aku masih tersedu ketika berpapasan dengan dua wanita warga kampung yang akan berangkat ke sawah. Saya bersalaman dan ngobrol sekilas dengan hidung yang meler juga mata yang sembab.
Terakhir saya bertemu Indung yaitu lebaran idul fitri tahun 2014 lalu, berarti hampir setahun kami tak bersua. Beberapa agenda keluarga di Bandung dan Jakarta tak sempat dihadiri Indung, sehingga saya tak sempat bertemu lagi.
Ah semoga Indung bahagia disana, sama seperti saat beberapa malam lalu Indung hadir dalam mimpi dengan fisik yang lebih segar dan muda. Saya dan keluarga telah ikhlas. Sudah lama Indung mengharapkan "pulang" yang sesungguhnya. Semoga Alloh SWT selalu melindungi dan menyayangi seluruh keturunan Indung. Amin
Skala prioritas yang aku pilih semoga menjadi kebijakan yang memang diterima oleh semuanya. Selamat jalan Indung.
We're officially missing you.
_Ina_