Kamis, 30 April 2015

JENUH mungkin

Beberapa hari ini saya sengaja mendiamkan hape, lebih merasa tenang karena semua notifikasi yang ada tidak mengganggu aktifitas saya dengan bunyinya yang kadang membuyarkan konsentrasi.

Saya merasakan jenuh yang sepertinya koq hidup begitu-begitu saja, terlalu rutin keseharian saya sehingga apa yang dirasa juga masih rasa yang sama. 

Sempat terlintas untuk berpindah keluar kota, mencari suasana baru, kegiatan baru, pekerjaan baru, relasi baru, bahkan mungkin teman dekat yang baru. Tapi saya juga berpikir bagaimana ikatan dan tanggungjawab saya di kota ini. 

Mungkin memang saya harus merubah kebiasaan keseharian saja, agar suasana baru bisa tercipta. Juga niat untuk backpacker kembali saatnya dilakukan. Mengunjungi daerah lain dengan transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. Aah pengen liburaaaaaannnn ....

Ada beberapa hal yang terjadi dalam minggu-minggu ini, teman kerja yang baru, suasana yang baru, adaptasi yang baru dan penyesuaian emosi yang baru.   

Ya kalau bukan saya yang mencari solusi untuk rasa jenuh ini, siapa lagi? 
Saya semestinya membuat 'rute kehidupan' baru agar lebih bersemangat! Yeah!

_Ina_

Selasa, 14 April 2015

Hukum Menikah

Tetiba merasa malas untuk menikah, apakah saya harus menikah? Apa hukumnya jika saya tidak mau menikah? 

Mungkin perasaan malas ini karena saya belum dipertemukan dengan seseorang yang mambuatku yakin untuk membina rumah tangga. Seseorang yang membuat hati saya luluh dan nyaman untuk berbagi kehidupan bersama. Seseorang yang membuat saya merasa tidak cukup hanya dengan berteman dan dekat saja. Seseorang yang membuka lebar pintu hati dan dunianya untuk kehadiran saya menjadi bagiannya. 

Mungkin karena saya merasa belum bertemu dengan seseorang yang berjuang untuk meyakinkan dan memastikan saya bahwa dia memang memilih saya untuk menjadi pasangannya. Mungkin seseorang itu belum menunjukkan diri memastikan saya dan hati saya untuk siap menerima tanpa syarat. 

Mungkin karena terlalu banyak ketakutan-ketakutan saya tentang pernikahan.
Mungkin karena saya terlalu banyak berteman dengan pria jadi faham mereka seperti apa.
Mungkin saya bosan dengan segala ketidakjujuran yang membuat malas berumah tangga.
Mungkin saya terlalu pemilih.
Mungkin saya terlalu menginginkan kesempurnaan.

TAPI saya yakin ketika seseorang itu hadir tulus dan meminta saya menjadi bagian dari hidupnya saya akan merasa sempurna. Saya diinginkan dan dihargai sebagai wanita. Bukan sebagai perempuan untuk pemuas nafsu belaka. Bukan sebagai ibu dari anak-anaknya yang harus mengandung, menyusui dan mengasuh. Bukan sebagai teman mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bukan sebagai pemenuhan status pernikahan semata. Saya ingin dipilih bukan karena kehabisan stok. Saya ingin dipilih bukan karena usia saya yang sudah tua. Saya ingin dipilih bukan karena tak ada wanita yang mau menerimanya.

Saya harus dipilih karena memang hanya saya yang ingin dia miliki. Itu saja!!!

_Ina_

Minggu, 12 April 2015

Ulang Tahun

Yuph! Hari ini Minggu, 12 April 2015 aku berulang tahun. Detik-detik menjelang pergantian hari aku terlelap tak kuat menahan kantuk, kemudian terbangun cuci muka, sikat gigi dan isya. Rasa kantuk masih mendominasi, bahkan alarm subuh pun tak terdengar dan aku terbangun hampir jam tujuh pagi, Duh! Subuh terlewat.

Setelah membuat jeniper hangat, ngejus jambu merah aku menyetrika empat celana yang sudah mengering di hari sebelumnya. Lalu tetiba mataku melihat tumpukan kain, jahitan tanganku untuk sebuah rok belum terselesaikan, setelah menimbang dan mengecek aku memastikan akan membawanya ke penjahit saja, sudah menyerah untuk tak melanjutkan jahitanku. Lalu batik milik adik menggoda mata, akhirnya berpikir keras dan menemukan satu model, saat ini sedang dikerjakan perlahan diantara pekerjaan yang lain.

Umurku tepat 34 tahun, ya that's right! Mungkin kamu gak akan percaya, secara berani saya tuliskan angka itu dalam tulisanku kali ini. Kenapa? Agar siapapun yang mengetahuinya sadar bahwa angka hanyalah hitungan maju. Hakekat dari sebuah usia adalah kemanfaataannya. Jujur masih banyak kekurangan yang kulalui sejak kecil sampai ultah kali ini, salah satunya kekuatan mewujudkan mimpi. Rintangan yang dihadapi seringnya menjadi alasan. Ah ... aku harus berubah! Aku harus menyelesaikan apa yang sudah ku mulai. 

Tak ada perayaan, tak ada hingar bingar, tak ada makan-makan. Aku sengaja tak mencantumkan tanggal lahir di media sosial, karena menurutku, teman / sahabat yang baik akan selalu mengingat tanggal lahirmu. Ketika seseorang mengingat kelahiranku aku yakin dia peduli padaku :)

Aku malas jika harus membaca ucapan selamat, doa dan kehebohan media sosial saat aku berulang tahun, aku akan sulit membedakan mana orang yang memang peduli dengan ulang tahunku mana orang yang ikut-ikutan menghebohkan fasilitas tersebut. Itulah aku! Kumaha aing we.

Pagi-pagi adikku, Devi, mengirim ucapan dan doa melalui whatsapp, kami selalu berkirim doa di tiap uang tahun meski tak bertemu muka. Itulah satu bentuk kepedulian kakak beradik. Aku senang keluargaku mengingat kapan aku dilahirkan ke bumi ini. Siang hari saat aku sedang makan, ibu menelepon memberi beberapa kabar dari rumah, juga memintaku membawa seseorang yang telah dikenalkan padaku saat lebaran nanti. Duh! Se-desperate itu ibuku, bukannya mengucap selamat pada anak sulungnya yang sudah berusia tua tapi masih sendirian ini. Haha ... 

Pria kesekian (lupa tak pernah menghitung) yang baru bertemu denganku awal bulan ini, memang diperkenalkan oleh Uwa, kakaknya ibu. Saat Uwa menelepon tanggal 19 Maret lalu menanyakan apakah aku sudah punya pacar dan kujawab dengan "Belum ada yang melamar" akhirnya menjelaskan tentang pria yang sedang mencari pasangan. Awal bulan aku sengaja ke rumah Uwa HANYA dengan satu alasan untuk bertemu sang pria. Lelaki yang saat bertemu selalu menundukkan wajah dan merokok juga tidak sholat Jumat padahal dia sedang 'menjual' kepribadiannya. Bagaimana aku bisa memilih pria yang tidak menjaga kesehatannya? Bagaimana aku bisa memilih calon bapak bgai anak-anakku seorang yang melalaikan kewajiban mingguannya? Apa kabar kewajiban dia yang 5 waktu sehari? Aku tidak munafik dan naif, aku hanya memilih lelaki mana yang punya nilai keimanan dan mampu membimbing aku dan anak-anak kelak? Apakah itu berlebihan?

Setelah pertemuan itu aku tetap mengirim SMS padanya memberi kabar dan bercerita, aku hanya tidak ingin dinilai terlalu SOK jika harus secepat itu memutuskan silaturahmi. Sebagai sarjana komunikasi aku tahu bagaimana menghargai orang yang baru kukenal dan memutuskan apakah harus terus berlanjut atau selesai disitu saja.

Terus terang, ulang tahunku kali ini aku tidak berharap yang muluk-muluk, doaku hanya untuk keberkahan, kemudahan, kesehatan, kebahagiaan dan kelancaran kehidupanku. 

Apakah Tuhan akan menghadiahkan aku seorang pasangan segera, aku tak berharap banyak. Lelaki yang pernah dan masih dekat denganku bukan menjadi prioritas dalam hidupku. Aku yakin jika seorang pria membutuhkan aku sebagai pasangan hidupnya, dia akan membuktikan dan memperjuangkannya. Tentu dengan ijin dari-Nya.

Pria muda yang menjadi kecenganku memang sempat kuingat, ah ... aku masih menyimpan rasa suka padanya meski pun aku selalu berusaha untuk tak mengindahkannya, dia terlalu muda untukku. Kakak perempuannya belum menikah, dia masih umur 25, dan aku tak mungkin melamarnya. Haha ...

Terima kasih Alloh atas usia yang masih engkau berikan, semoga sisa umurku lebih barokah. 
Terima kasih keluargaku untuk doa dan perhatian juga kasih sayangnya.
Terima kasih teman-temanku yang memberi ucap dan doa untukku di hari ulang tahun.

Semoga segala kebaikan diberkahi untuk kita semua. Amin. Alhamdulillah.

_Ina_ 

Jumat, 10 April 2015

Film Tjokroaminoto

Saya merasa film ini terlalu lama atau alurnya terlalu pelan jadi terasa membosankan, artistik saya acungi jempol, kostum para pemain dipersiapkan detail.


Bukti Garin sebagai sutradara film ini terlihat dari adegan pertunjukan tari. Namun saya merasa soundtracknya mirip film animasi tentang princess, merasa aneh ketika Maia bermain piano dan menyanyi bersama anaknya. Apakah saat itu seorang istri bupati bisa melakukan hal tersebut? 

Cerita keseluruhan masih terasa kurang kuat, risetnya masih terbatas atau memang hanya ingin bercerita kisah tertentu saja. 


_Ina_   

Film Filosofi Kopi

Jika menonton film yang diadaptasi dari cerpen / novel saya harus menyiapkan diri untuk melihat perbedaan versi audiovisualnya. Setelah menikmati Filosofi Kopi, hal yang kurang menurut saya ketika bagian: video dokumentasi saat Ben dan Jodi kecil menyeduh kopi, saya rasa masa itu (15 tahun lalu) belum musim video selfie.

Scene Ben dan El yang curhat di warung pak Seno terlalu lama dan membosankan juga ketika Pak Seno dan istrinya yang mengisahkan tentang kopi dan Tiwus kurang kuat. Skenario belum maksimal.


Saat di perkebunan kopi, akting Ben sedihnya kurang dapet. Kemudian ending film berupa launching bukunya El saya merasa terlalu mirip dengan film PK.  Selebihnya sih saya suka tentang scene peracikan kopi dengan segala filosofinya. 

Tema besar dalam film ini menurut saya tentang hubungan keluarga, lebih tepatnya tentang anak dan ayah. Bagaimana Jodi berjuang melunasi hutang ayahnya dan merasa terbebani, El yang merasa tidak mengenal bapaknya karena intensitas pertemuan yang bisa dihitung jari juga tentang Ben yang merasa ayahnya lah yang membunuh ibunya. 

Hal baru yang saya suka dari film ini adalah adegan di pelelangan kopi, saya baru mengetahuinya. Betapa sangat seru jika memang kopi dari seluruh daerah di Indonesia terpusat dan menjadi 'barang berharga'.  

Sekitar 2 tahun terakhir saya menyukai kopi, lebih tepatnya kopi pahit. Nah, setelah menonton Filosofi Kopi saya mempraktekkan ketika menyeduh kopi tubruk, menuangkan air dengan memutarkannya di sekeliling gelas, biasanya hanya diseduhkan begitu saja, lalu saya turut serta menutup gelas terlebih dahulu dengan visin (piring kecil). Ternyata rasanya berbeda dengan biasanya, aroma kopi pun tak menyebar bebas dalam ruangan, saya bisa lebih fokus menyium aromanya dengan mendekatkan gelas ke arah hidung sesaat sebelum meminumnya. Pengalaman seru! :) 

_Ina_

Rabu, 08 April 2015

Mimpi Yang Membangunkan

Tadi saya terbangun jam empat pagi, padahal tanpa alarm bahkan subuh pun belum datang. Bangun kaget dan sebal karena mimpi yang penuh emosi.  Perasaan saya tidak memikirkan orang-orang yang ada dalam mimpi itu.

Oke, begini cerita dalam mimpinya, kira-kira yah, kan mimpi kadang suka absurd dan terpotong-potong. Saya dengan dua teman lelaki sedang karaoke di sebuah tempat (bukan tempat karaoke tapi di rumah sepertinya), nah saat asik memilih lagu, ada wanita yang berdebat sengit dengan satu teman laki dan mengganggu kami. Saya tetap fokus memilih lagu ADA Band dan kesulitan gegara mereka berargumen tentang hubungan mereka, dalam mimpi itu saya merasa cemburu. Padahal saya tidak ada hubungan apapun dengan dua teman lelaki itu, mungkin alam bawah sadar saya merasa iri karena belum memiliki suami. Hahaha

Atau mungkin si teman lelaki itu punya hasrat sama saya dan temannya menyetujui tapi masih ada wanita lain yang bisa menjadi alternatif pilihan. Hahaha... Who knows? Namanya juga mimpi. Sayangnya saya terbangun karena merasa emosi dan cemburu. Oh damn! Apa-apaan sih?! 

Saya merasa sudah berdoa dan melantunkan doa lain sebelum tidur, atau mungkin itu cara malaikat membangunkanku untuk sholat malam sebelum adzan subuh berkumandang. Sayang, saya terlalu emosi untuk sadar pada kesimpulan itu. 

Semoga tak ada lagi mimpi yang merugikan kondisi hati! Amin

_Ina_
  

Playlist Malam Ini

Udah lama gak muter lagunya Marcell dari album pertamanya MARCELL, satu album menjadi playlist malam ini, saya punya loh kasetnya album ini dengan label harga Rp 18.000 produksi tahun 2003.

Kali ini menulis ditemani Marcell merasa kembali ke masa dulu, banyak kenangan. Hampir semua lagu dalam album ini saya sukai. Oke akan saya bahas satu persatu ya. 

Lagu yang diusung juara diantaranya: Semusim, Firasat dan Jangan Pernah Berubah. Semusim ciptaan Tohpati & Joel Achmad, saya rasa banyak yang tahu lagu ini, sedih ya dan dalem banget. Lirik juaranya "Tak mudah menepis cerita indah"

Firasat ciptaan Dewi 'Dee' Lestari menjadi kolaborasi yang pas antara pasangan ini (waktu itu). Saya suka kalimat ini: "Akhirnya bagai sungai yang mendamba samudera. Kutahu pasti kemana kan ku bermuara". Uuuuuuhhhhh ... something like dreams came true.

Nah video klip Jangan Pernah Berubah masih saya ingat modelnya Gading Marten dan pacarnya (saat itu) Astrid Tiar bahkan ada adegan ciuman, saat itu saya merasa pas dengan lagunya. Melly Goeslaw memang tetap juara dalam menulis lirik lagu ini, ada harapan dalam kalimat "Oh cintaku kumau tetap kamu yang jadi kekasihku. Jangan pernah berubah". 

Lalu saya sangat memfavoritkan lagu Rindu & Kau Bisa Aku Bisa. Rindu dengan musik upbeat sangat kontras dengan liriknya. Kerinduan kepada sang mantan dan berharap mendapat penggantinya, tapi masih ingat. Kalimatnya lucu, keren dan dalem, Teh Melly memang juara deh nulis lirik. Ini ya seluruh liriknya :
Ku selalu hindari ingat
Ingatku pada engkau
Termenung ku selalu termenung
Bila ingat dirimu

Bersamamu hampir tak ada gundah
Hari-hari tak pernah kulupa 
Indah-indah dunia saat kau dan aku

Ku diam pun tak bisa kulupa
Rinai kasihmu menyelimuti diri
Dan ku ingin lekas dapat penggantimu 
Agar terobati rasa sepi di hati
Rindui engkau tak ku lupa
Selalu ingat


Tulisan Melly Goeslaw dalam lagu Kau Bisa Aku Bisa lebih lucu lagi loh, haha ... Kangen deh jadinya sama lagu Potret juga. Ah teteh Melly memang juara dah! Bercerita tentang seorang pria yang bertemu wanita yang sangat menggoda dan merasa tepat untuk mengisi hatinya yang pernah terluka, meminta wanita itu "maju jangan malu". Si pria akan setia jika wanita itu setia. Nah di bait akhir lucu kalimatnya, "Hatiku tak pernah duakan cinta, namun aku juga sedikit keras, bila kekasih duakan aku, ku punya fikir ku bisa kau bisa, maka ku minta kau harus setia". Keren yaaa ... :)

Nah lagu lain ada: Pertama Kali (Glenn Fredly), Sudahlah (Melly Goeslaw), Selama Bumi Berputar (EQ Puradiredja & Andrie Bayuadjie), Aku Rindu (Emil Bias & Ari Bias), Waktu Kan Menjawab (Fla 'Tofu'). 

Selain karya Marcell yang saya apresiasi lebih, saya pun sangat ngefans karena suaranya yang lembut dan matanya yang kubil (sipit tanpa lipatan, tapi bukan China). Saya memang suka sama mata kubil dan berharap bersuamikan seorang mata kubil. Hahahahaha ...  

Terima kasih telah menemani malam ini, memberiku rasa bahagia dan sedih juga haru. Teruslah berkarya! 

Tertanda
_Ina_

Jogging

Berawal dari kondisi fisik yang semakin menua dan merasa sering lelah jika berdiri lama kadang terasa mau pingsan, akhirnya tadi pagi saya memutuskan untuk olahraga ringan. Jogging keliling komplek kosan, hanya berdurasi 30 menit. Kebiasaan jika lama tak olahraga pasti suka merasa gatal pada beberapa pori-pori tubuh, seperti keringat yang sulit keluar. 

Sepulangnya jogging saya menyempatkan beli buah di mang sayur yang standby di gang kosan. Stok sarapan sedikit karena disarankan minimal ada tiga jenis buah makanya selalu memperbanyak dan mengkombinasikan agar kebutuhan nutrisi terpenuhi. Tak hanya buah yang sama setiap hari. 

Celana yang tergantung di pintu kamar akhirnya dicuci selepas sarapan sesi I lalu merasakan kantuk yang sangat tak bisa dihindari, lalu saya memutuskan tidur dan memasang alarm untuk 30 menit kedepan. Saat terbangun sarapan kembali, kebetulan menunya lumayan banyak: pepaya, salak, manggis, jambu. Mandi dan berdandan lalu menunggu jemputan untuk agenda rapat dan tertidur sekitar 20 menit sampai akhirnya berangkat. Bahkan di mobil pun sangat mengantuk. Kata teman mungkin saya kebanyakan karbohidrat atau diabetes. Dulu pernah cek ke laboratorium atas kecurigaan itu namun nihil. Memang punya keturunan, suka tidur jika tak ada kegiatan fisik tapi telinga masih mampu menyimak saat mata tertutup. 

Makanya saya yakin banget kenapa kantuk selalu bergelayut karena pasokan oksigen sangat lancar ke otak dan membuat tubuh saya rileks pun tarikan nafas saya jauh lebih panjang. Semoga mampu meningkatkan tekanan darah saya dan makin menyehatkan jiwa dan raga juga. 

Semoga saya konsisten melakukan jogging ini, agar kelak saat menjadi istri dan ibu sudah terbiasa hidup disiplin dan sehat. Amin
:3

_Ina_
   

Rapat Regu Pengamat FFB

Kali ini rapat kedua yang saya hadiri di kantor FFB membahas tentang film Nasional yang telah kami tonton di bioskop. Penilaian di bagi dalam tiga termin selama setahun, tiap termin akan dipilih lima nominee yang akan disandingkan dengan film lain dari dua termin. Nah tadi siang adalah termin kedua periode Januari - Maret 2015. 

Ada beberapa film yang saya beri nilai angka dan kami bahas bersama setelah diakumulatif per kategori dan dihitung total. Ada beberapa pembahasan yang menyayangkan dua film terpuruk di kategori editing dan musik padahal menurut dominasi pengamat masih layak di tiga besar per kategori.

Lalu dari sanalah poin penilaian saya mulai mengerucut dan fokus. Memang jika hanya sekali menonton akan keteteran untuk menikmati dan menilai sekaligus, butuh keterampilan yang teruji agar keduanya bisa dilakukan bersamaan.

Ada beberapa film yang tidak ada pemeran pembantu wanita namun tetap harus ada poin, kadang menjadi rancu. Akhirnya kami bersepakat untuk memberikan poin minimal 4 untuk kategori layak nilai. Mungkin termin ini saya terlalu baik hati dengan memberikan poin tinggi, karena pertimbangan ribetnya memproduksi film. Lalu ada pilihan angka plus koma sehingga tak harus nilai bulat, disanalah akan terlihat perbedaannya dari satu film ke film lain.

Ada beberapa film nasional yang luput dari pengamatan karena waktu tayang yang kadang singkat atau karena pengamat merasa "malas" untuk menontonnya. Inilah tugas utama regu pengamat untuk mengkurasi seluruh film yang tayang sehingga ada beberapa kategori yang mungkin akan menonjol dan menjadi nilai lebih sebuah film. 

Esok saya akan menonton Filosofi Kopi dan Guru Bangsa Tjokroaminoto dengan free pass yang difasilitasi FFB bagi regu pengamat. Oke tugas saya adalah menonton lebih peka dan jeli, tak hanya berfokus pada cerita saja. Mari belajar membaca film! :D

_Ina_   

   

Minggu, 05 April 2015

Haruskah Aku Menikah?

Semakin bertambah usia semakin terus bertanya pada diri sendiri. Benarkah aku ingin menikah? Adakah pria yang sanggup melengkapi segala kekuranganku? Aku tahu aku pribadi yang terlalu keras kepala, ketika menilai seseorang dan akan selalu bertentangan perlahan akan mundur untuk tidak melanjutkan hubungan. Selalu begitu, terlepas dari takdir atau jalan hidup yang telah Tuhan tuliskan. Aku selalu menutup pintu untuk kemungkinan yang lebih jauh. Mungkin aku memang terlalu pemilih, terlalu menginginkan kesempurnaan.

Padahal keinginanku hanya sederhana (menurutku), aku harus menikah dengan seseorang yang mau jujur dan siap berkomitmen dalam pernikahan, siap mendiskusikan hal apapun yang terjadi, bersama -sama mencari solusi dari permasalahan apapun.

Aku akan berikan penjelasan atas beberapa syarat diatas. Aku orang yang sering menjadi tempat bercerita teman-teman tentang relationship mereka baik yang masih pacaran atau pun sudah menikah. Banyak cerita yang sedikit banyak mempengaruhi prinsip hidupku tentang sebuah status pernikahan. 

Pasanganku harus jujur, kesetiaan dalam sebuah hubungan aku rasa sangat sulit dilakukan. Pasangan yang benar-benar setia, tidak tergoda bahkan disaat hubungannya bermasalah aku rasa sangat jarang. Maka dari itu aku hanya butuh pasangan yang jujur. Ketika dia bertemu dengan wanita yang membuatnya nyaman dan sangat dia butuhkan, kejujuran dia untuk berterusterang sangat aku tuntut, jangan pernah mengkhianati sebuah komitmen pernikahan, apalagi menjadikan alasan untuk saling mengkhianati. Aku akan meminta dia untuk mengakhiri komitmen denganku lalu membiarkannya dengan wanita yang memang dia butuhkan tersebut, pun sebaliknya saat aku menemukan pria yang lebih aku butuhkan dan sangat nyaman bersamanya aku akan jujur pada pasangan dan berpisah lalu memulai hubungan baru. Jangan pernah membuat masalah dalam masalah! Jangan pernah membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan! Ingatlah awal ketika akan berkomitmen, maka akhiri dengan melepas komitmen tersebut. Jujur adalah hal penting yang aku inginkan dari pasangan. 
  
Siap berkomitmen dalam pernikahan adalah syarat kedua untuk menjadi pasanganku. Aku tipe perempuan yang tidak suka dikekang, tidak suka ikatan dan senang berteman juga akrab dengan banyak pria. Tapi aku adalah orang yang penuh komitmen, ketika seorang pria siap menjadi pasanganku maka harus berkomitmen untuk membangun rumah tangga bersama, dengan segala konsekuensinya. Aku butuh satu kepastian bahwa pernikahan adalah bentuk komitmen kami berdua dalam menua bersama, membesarkan dan mendidik anak cucu kelak. 

Pasanganku harus pria yang siap mendiskusikan apapun dalam pernikahan. Ada banyak pernikahan yang membiarkan masalah kecil bertumpuk dan menggunung lalu menjadi bom waktu ketika keduanya sudah muak dengan segala peristiwa dalam pernikahannya. Pasanganku harus siap "berdebat hebat" denganku tentang hal kecil sekalipun lalu membuat keputusan bersama dan menghormatinya sebagai sebuah hasil kesepakatan sebagai pasangan. Jangan pernah membiarkan masalah kecil menjadi besar karena terus diulas saat terjadi pertengkaran. Satu masalah selesai dalam satu malam, esoknya harus sudah membaik dan saling menghormati satu sama lain.

Sikap keras kepalaku sudah terlalu mendarah daging, namun aku bisa menjadi seseorang yang sangat toleran ketika aku menjadi pasangan seseorang, keputusan bersama adalah hasil musyawarah tanpa mengedepankan ego dan kepentingan masing-masing. Aku sangat menghargai sebuah komitmen pernikahan, aku akan menjadi si keras kepala yang bisa memahami dan sadar diri. 

Haruskah aku menikah? Maka jawabannya adalah: beri satu alasan kuat.
Beberapa hari lalu aku bertemu dan berkegiatan dengan seorang kecengan yang kini sudah berumur 25 tahun, dulu aku mengenalnya saat masih awal 20an, masih ABG dan menyenangkan. Kini ketika kami bertemu kembali, melihatnya dengan kumis dan jenggot yang mulai menghiasi wajahnya aku merasa ketakutan. Takut bagaimana jika dia melamarku untuk menjadi istrinya? Kemungkinan kami untuk menikah sangat besar, terlepas dari usia kami yang terpaut banyak, aku lebih tua darinya, tapi prinsip hidup kami yang tak jauh beda bisa menjadi satu pegangan jika nanti berumahtangga. Jujur aku terlalu takut jika dia benar-benar melamarku, aku memang menyukainya, tapi dia semakin mendewasa, semakin siap menjadi seorang imam keluarga. Cara dia menatap dan memperhatikanku semakin membuatku ingin segera berpisah dan kami kembali berada di kota yang berbeda. Namun biarlah waktu memberi jawabnya, sama seperti status whatsappnya "All about time".

Haruskah aku menikah? Semoga aku menikah dengan seorang pria yang memenuhi empat syarat tadi. As simple as that.       
   
_Ina_

Menikah

Sebentar lagi aku akan berulang tahun, sudah tak lagi ABG pastinya. Dahulu ... setiap akan lebaran atau ulang tahun aku selalu berharap sudah "bersama" dengan seseorang. Namun nyatanya sampai saat ini pun aku masih tetap sendiri. Menikmati lebaran dengan keluarga besar juga tetangga. Berulang tahun dengan teman-teman yang ada.  

Bukan ... bukan aku tidak bersyukur hanya saja harapan itu sudah berbeda kini. Menikmati momen istimewa tidak harus dengan seseorang tetapi bersama-sama bukan sesuatu yang salah. 

Dulu targetku menikah di usia 23 tahun dan sudah berlalu bertahun-tahun. Dulu selalu berpikir bahwa menikah adalah rencana yang bisa diatur agar tercapai sesuai harapan. Kapan waktunya, dengan siapa pasangannya, seperti apa pelaksanaannya, siapa saja yang akan diundang, dan lain sebagainya.

Ternyata menikah bukan tugasku untuk menentukannya. Dekat dengan beberapa pria sempat membuatku berharap dan bahkan berdoa khusus agar kami menikah, merasa bahwa dialah orang yang tepat untuk menjadi pasangan hidup. Berlalu waktu ternyata bukan itu jawaban doaku. Dia dan beberapa pria lainnya bukan jodohku. Lalu perlahan kemudian aku mampu melupakan doa dan harapan dahulu, bahkan merasa biasa saja saat berjumpa dengan pria-pria itu. Rasa suka, sayang dan cinta bersifat sementara. Aku merasakan itu. Atau bisa jadi karena aku pribadi yang terlalu pembosan sehinngga terlalu cepat untuk melupakan.

Kini jika ditanya tentang menikah dan pernikahan, sejujurnya aku tidak tahu harus menyikapi seperti apa. Aku bahkan tidak tahu apakah aku memang ingin menikah atau tidak. 

Jika untuk alasan berikut aku harus menikah maka mungkin inilah sebenarnya: aku ingin hamil dan melahirkan, aku ingin menjadi ibu, aku ingin menjadi istri, aku ingin memberi mantu dan cucu untuk ortu, aku ingin menggenapkan ibadah dalam pernikahan, aku ingin punya teman tidur dan diskusi, aku ingin dinafkahi secara resmi. Alasan yang sangat klasik dan bulshit. Padahal aku bisa mengadopsi anak, aku bisa kawin tanpa menikah, aku bisa mandiri secara finansial dan emosi, aku bisa terus menjadi diri sendiri. 

Sayangnya aku punya keluarga dan agama yang memiliki aturan. Tapi aku ingin menikah HANYA karena memang aku mau menikah. Atas dasar keinginan diri sendiri dan kesiapan mental untuk membina keluarga. 

Terlalu munafik jika alasanku menikah hanya karena usia, karena permintaan keluarga, karena ada yang siap menikahi, karena malu, karena rasa kasihan, karena hal-hal lain yang bukan keinginanku sendiri.

Mungkin ini semua terjadi karena terlalu banyak harapan, ekspektasi, ketakutan, traumatik, terlalu banyak syarat yang harus terpenuhi. Padahal menikah itu bisa sesederhana: Aku menikah dengan seseorang yang aku sukai, aku yakini mampu berkomitmen bersama, memiliki kesamaan visi dan misi dalam menyikapi rumah tangga, saling menerima dan belajar untuk bertoleransi. Sesimpel itu semestinya. 

_Ina_