Senin, 28 Desember 2015

Lelaki dari Cimahi

Ehemmm.... berikut kisah tentang dia, Lelaki dari Cimahi.

Kakak sepupuku adalah kliennya, mereka sudah lama kenal namun baru-baru ini diketahui kalau dia itu masih SINGLE, itu pun dapat info dari teman yang lainnya. Padahal setiap sepupuku bertanya, "Mana barudak?" selalu dijawab olehnya "Dileubeut". Sepupuku berasumsi bahwa memang dia sudah menikah dan berketurunan.

Ternyata salah, pemirsa. Lalu kemudian akhirnya (iya ini lebay) sepupuku berinisiatif untuk mengenalkannya padaku, seorang wanita SINGLE yang sudah berumur tua. Nilai jual yang ditawarkan adalah, lelaki ini sudah punya usaha/mapan, bermobil, tampan, atletis, usia sekitar lima tahun diatasku. Sebagai wanita baik-baik yang polos dan belum diakui kecantikannya karena tidak laku (PRET) aku menyetujui untuk berkenalan dengan lelaki dari Cimahi ini.

Anehnya, lelaki ini selalu menghubungi (telepon/SMS) pasti diatas jam enam malam. Mungkin dia terlalu sibuk sehingga baru sempat diwaktu tersebut TAPI sebagai wanita baik-baik yang polos dan sibuk kerja depan netbook saat malam hari merasa diremehkan karena justru saat saya sibuk dia malah menghubungi dan mungkin merasa aku bukan wanita baik-baik yang polos sehingga bisa dihubungi kapanpun dia mau. SMS pertamanya dia kirim jam sepuluh malam loh pemirsa, mengajak kenalan. Aku baru membalasnya keesokan harinya, gini-gini juga meski belum laku masih punya harga diri loh (baca: jual mahal). Moso aku meladeni SMS malam-malam dari pria yang tak dikenal untuk membuat satu percobaan hubungan kearah yang serius. Mungkin, mungkin loh ya, bagi kebanyakan wanita (yang sudah laku tentunya) ditelepon pria malam hari itu romantis, bisa ngobrol lama, cekikikan, manja-manjaan, sampe lupa tidur, TAPI bagi saya "Meuni euweuh gawe teteleponan peuting-peuting ngabahas nu teu penting" Kalau mau ngobrol kan bisa kopi darat, tatap muka, berjam-jam juga bisa.

Oke, sekilas tentang Lelaki dari Cimahi. Setiap telepon selalu banyak bertanya yang SELALU dijawab sendiri DAN jawabannya salah, mungkin maksud dia agar terlihat/nampak sebagai sosok yang mengerti semua hal, keliatan pinter gitu loh. Padahal kan ya, di dunia ini banyak banget hal-hal yang tidak semuanya harus kita ketahui, makanya disanalah fungsinya seorang AHLI dalam beragam hal tersebut. Saya tidak menuntut pasangan saya seseorang yang pintar dalam semua hal. Cukup nyambung dan bisa ngobrol tentang hal apapun.

Setiap dia berada diluar rumah, ketika malam tentunya, selalu telepon/SMS menanyakan keberadaan saya ada dimana dengan maksud untuk datang menghampiri, sempat kami akan bertemu di sebuah event namun SMS balasannya selalu telat dan aku pun memutuskan pulang dan dia baru datang ke tempat ketika saya sudah berada dikosan. Kemudian satu hari pun bertanya seperti itu, sebuah malam ditanya lagi dimana. AKHIRNYA saya menjawab, "Kalau mau ketemu kan bisa janjian, jadi saya meluangkan waktu" Kemudian kami membuat janji temu, dongs! Iya... bentar aku ceritakan yaa...

Tadinya kami akan bertemu di satu mal besar namun saya menyarankan untuk berpindah karena saya akan ke sebuah toko buku, saya menyebutkan nama tokonya, alamatnya dan peta lokasi dari beberapa arah. Dia membalas,"Oke, nama tokonya apa? Alamatnya dimana?" DAMN, I love Indonesia. #eh
Saya membalasnya, "Kan udah ada tadi SMSnya" Oke, saya memang tidak sabar untuk hal-hal sepele ini. Duh!

Akhirnya kami bertemu, sekitar DUA PULUH MENIT saja, tanpa obrolan yang asik, lebih banyak aku yang bertanya, dia menjawab seperlunya dan semua "tembok" yang dia bangun akhirnya runtuh dengan sendirinya oleh pernyataannya sendiri. Jujur, membuat saya memutuskan bahwa saya tidak bisa melanjutkan hubungan ini menjadi sebuah hubungan. Cukup pernah tahu dan bertemu saja. Saya butuh lelaki yang bisa "nyambung" dan tidak menemukannya dengan lelaki dari Cimahi ini. Saya memang sangat selektif untuk masalah komunikasi dalam sebuah hubungan. Ini penting untuk saya.

Setelah pertemuan yang tanpa kesan dan penuh kepura-puraan itu saya dan dia tidak pernah berkomunikasi lagi. hampir sebulan kami tak saling berkabar, bahkan setelah sepupuku tahu kami telah bertemu dan menyarankan untuk bertemu dirumah sepupu, aku menyuruhnya untuk langsung menghubungi dia, DAN tanpa balasan. Tidak mengangkat telepon atau SMS. Hahaha... apakah salah saya? Mungkin! Bisa jadi! Tapi saya yakin apa yang saya lakukan sesuai kata hati saya. Bukan pura-pura. Jujur itu hal TERPENTING bagi saya, itu saja. Mohon menerima dan memahaminya. Terima kasih.

Lalu, jodohku siapa? Semua lelaki yang dikenalkan tidak ada yang bertahan? Haha... aku pun tidak tahu apakah menikah adalah hal yang ingin saya lakukan.
Saya cuma mencoba menghargai usaha dan jerih payah keluarga yang ingin memberi jodoh untuk saya, sementara mereka lupa jodoh itu sudah DITULISKAN dan rahasia Tuhan.

Terima kasih Lelaki dari Cimahi yang semakin menyadarkan saya bahwa lelaki yang saya butuhkan adalah sesimpel saya bisa ngobrol hal apapun, tertawa, berdiskusi asik, sederhana, mau menjaga saya sebagai teman hidup, BUKAN lelaki ganteng, mapan, dan hal-hal duniawi lainnya.
Jiwa saya butuh belahannya yang  hadir untuk menyempurna.

Abang - Padang

Lelaki yang entah keberapa yang pernah dikenalkan padaku dengan harapan tinggi semoga aku menemukan jodoh, siapa tahu dia jodohku, menurut uwa yang mengenalkan kami. Sebelumnya memang pernah dikenalkan pada lelaki Betawi yang berakhir pada putusnya komunikasi. Memang aku pun tidak merasa terhubung dengannya. Nah, karena tidak berhasil maka lelaki kedua mencoba "ditawarkan" padaku.

Lelaki yang lebih muda satu tahun dariku ini, asli Padang yang tinggal di Jakarta dan pernah menetap di Bandung selama empat tahun. Dari awal kami sering komunikasi melalui panggilan telepon dan berkirim SMS. Seiring berjalannya pergantian hari, aku merasa terlalu bosan mendengar pertanyaan: udah makan? lagi apa? lagi dimana?
Tak ada pertanyaan atau pembahasan lain, membuatku perlahan menjauh dan "menghilang" dari hubungan yang terjadi antar kota ini. Oh iya, kami belum pernah bertatap muka. Dia selalu berharap saya datang ke Jakarta dan bertemu dengannya, sementara ujian pertama yang harus dilaluinya adalah perjuangan dia untuk bertemu denganku. Jika memang serius, aku mengharuskan dia yang datang ke Bandung untuk bertemu denganku, toh dahulu dia pernah menjadi penghuni Bandung juga. Bahkan ibuku setuju untuk hal yang satu ini, ibu melarangku untuk sengaja ke Jakarta untuk menemuinya, meskipun aku sering ke Jakarta tak pernah mengabarinya. Dia yang harus ke Bandung! Itu saja.

Sebulan dua bulan terkadang kami tak berkirim pesan, aku memang tidak ingin melakukannya. Mungkin bagi orang lain hal ini menjadi penyebab aku belum menikah sampai saat ini, tapi bagiku alasan menghubungi seseorang terlebih yang belum pernah bertemu harus benar-benar jelas, aku memang melakukannya dengan tulus bukan karena modus. Duh, aku terlalu pelit untuk melakukan sesuatu yang jelas-jelas wasting time, apalagi kirim SMS kan berbayar. Iya, aku memang pelit. Hari gini gak bermedia modern, malesin. Sementara pilihan BBM/WA/LINE dan beragam jenis lain bisa dipilih, ya walaupun aku juga hanya menggunakan WA saja lainnya tidak.

Hari ini aku mengirim SMS padanya karena sehari lalu dia berulang tahun, pernah dia mengirim SMS tentang tanggal lahirnya. Dia membalas dengan pertanyaan, "Koq tahu? Saya aja lupa. Sedang dimana? Doakan saya ketemu jodoh ya?"
Duh, kemudian aku malas untuk sekedar menjawab pertanyaan darinya. Maaf kan ya.

Tugasku akan berakhir jika kami sudah bertatap muka, apakah perjodohan ini akan dilanjutkan atau tidak. Selama kami masih belum bertemu, akan kuusahakan untuk tetap berkomunikasi dengan Abang asal Padang ini. Kalau pun setelah pertemuan kami tidak "nyambung" yo wis aku ndak bisa apa-apa. Sing penting sudah melakukan apa yang bisa dilakukan. Jodoh kan sudah dituliskan. Gak usah terlalu ngoyo. Iya toh?

Demikian, selanjutnya akan saya ceritakan lelaki lainnya ya. Jangan bosan!

Minggu, 08 November 2015

Belajar! Belajar! Belajar!

Teringat saat masih SD di kampungku dulu, ketika teman-teman juga tetangga datang ke rumah untuk menonton televisi yang disambungkan ke aki, aku justru ‘dikurung’ di kamar oleh ibu dan bapakku. Hanya berbekal lampu minyak tanah, aku ‘dipaksa’ menyendiri berkutat dengan buku di kamarku, aku harus pintar kata mereka. Sehingga larangan menonton berlaku setiap malam, kecuali hari Minggu aku diperkenankan menonton serial Unyil dan lainnya.

Kampungku masih jauh dari kata modern, belum ada listrik, penerangan hanya dengan mesin diesel milik warga yang hanya menyala saat menjelang maghrib hingga pukul delapan malam. Lalu kembali menyala menjelang subuh hingga jam enam saja. Sisanya gelap. Televisi hitam putih yang hanya dimiliki beberapa keluarga terpaksa menjadi satu-satunya hiburan, tapi aku malah selalu ‘disembunyikan’. Jika tidak di kamar maka dapur menjadi pilihan lain, terkadang aku memang membaca buku dan mengerjakan PR namun kadang aku hanya berdiam saja membayangkan apa yang sedang tayang.

Prestasiku tidak mengecewakan, dari kelas satu hingga kelas enam selalu berada di posisi tiga besar. Namun aku rasa, Ibu dan Bapak melarangku turut menonton setiap malam karena sebuah ancaman bagi anak sulungnya jika aku turut terlena. Hingga akhirnya aku melanjutkan sekolah SMP di kota lain lalu SMA di kota kabupaten.
Kembali aku merasa ‘dibuang’ karena sejak lulus SD aku menjadi anak kos hingga kini. Satu-satunya alasan orangtua adalah karena ilmu itu harus dicari, ditanamkan dan diamalkan. Aku bertumbuh menjadi anak yang mandiri. Hampir keputusan dalam hidup aku pilih sendiri.

Saat kelas tiga SMA, wali kelasku sekaligus guru matematika. Satu kebiasaan yang selalu dilakukannya adalah, saat kami menyalin materi, beliau akan berkeliling ke jajaran tempat duduk kami, mengecek tulisan kami satu per satu, bertanya tentang rumus yang kami tulis, lalu akan menepuk kening kami berkali-kali sambil merapal, “Belajar! Belajar! Belajar!” Seolah-olah kami sedang dijampi-jampi.

Bertahun-tahun kemudian akhirnya aku sadar, perilaku ketat orangtua dan kebiasaan wali kelasku dulu untuk selalu “BELAJAR” kini aku terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap apapun yang terjadi aku selalu mengambil maknanya, apa yang salah dan apa pelajaran yang bisa kuambil.

Hobiku membaca dan melahap tulisan apapun adalah dampak dari mantra dan jampi yang beliau ucapkan. Aku bisa tenggelam berjam-jam menyelesaikan buku yang sedang kubaca. Lupa akan sekitar kecuali perut merasa lapar.

Setiap ada kesempatan untuk menambah ilmu selalu kuambil, banyak pelatihan aku ikuti, aku menjadi haus ilmu, aku menjadi pencari sesuatu yang baru, kata ‘BELAJAR’ selalu menghantuiku jika aku hanya diam.

Guru, aku tahu tugasmu hanya ketika kami duduk di bangku. Tapi perlakuanmu menjadi bekal kami dalam mengarungi kehidupan ini. Belajar itu tak kenal usia, terima kasih telah merapal kata yang terus menggema.


Teruntuk guru dan wali kelasku di SMA Negeri 3 Brebes.


Salam hormat,
_Herlina_ 



Tulisan dibuat untuk Lomba Menulis "Guruku Pahlawanku" yang diselenggarakan oleh  http://lagaligo.org/lomba-menulis

Rabu, 02 September 2015

no title

BANGSAT, kamu pikir enak menjadi aku
GOBLOK, hanya kamu yang mengira hidup ini bercanda
ANJING, hewan yang tetap mengajarkan kesetiaan
KAMU, apa bisamu? HAH?

Memaki akan lebih baik daripada membuat ruang-ruang hampa tak terisi
Mengumpat akan lebih indah jika mampu membuat bahagia hati yang sempit
Mencaci, kamu berhak untuk menerimanya

KURANG AJAR, jika kamu hanya bisa memberi tanda
SIAL, kamu hanya bisa menunggu waktu yang tepat katanya

APA? Kamu tak terima ungkapan ini tertuju padamu?
Persetan dengan kesopanan
Tak peduli dengan kesantunan
Jika maumu hanya dihargai tanpa pernah memberi sedikit empati

ENYAH SAJA KAU!


22.20 WIB

untitled

Datang dan pergi seperti sekumpulan pegawai disarang pabrik
Bekerja, tergelak, lalu kemudian senyap

Kamu, bahkan tak pernah datang hanya untuk menyapa
Mungkin, hanya aku yang terlalu menunggu
Menunggu kamu yang hanya datang disaat perlu

Tidak, bukan masalah seberapa penting kamu untukku
Tapi, seberapa kuat kamu terus menghantui hidupku
Sementara telah banyak waktu terbuang
Terbuang tanpa ruang

Mungkin memang lebih baik jika aku menjauh
Menjauh tanpa perlu terhubung denganmu sama sekali

Terima kasih untuk jeda yang telah kamu buat
Agar akhirnya aku sadar bahwa aku bukan satu-satunya prioritas masa depanmu


22.14 WIB

Senin, 03 Agustus 2015

SHOOTING VIDEO KLIP RELIGI

Sudah lama saya tidak shooting, lalu tak lama setelah saya datang di Bandung sepulang dari kampung halaman, seorang teman menghubungi apakah saya sudah balik, katanya ada project membuat video klip, jika jadi ingin saya terlibat sebagai produsernya. 

Lalu kami akhirnya shooting satu hari di bulan puasa, beruntung saat itu saya sedang haid jadi masih bisa curi-curi waktu untuk minum dan makan cemilan buah. 

Alhamdulillah proses shootingnya sangat dimudahkan meski ada satu lokasi yang tak sempat digunakan karena waktu yang mepet karena sempat telat sejak awal dari jadwal yang dibuat. Namun secara cerita masih aman. Sempat dikagetkan karena disatu lokasi sang pencipta lagu, Andika, mengundang tiga infotainment meliput proses shooting. Agak berasa gimana gitu sih tapi untungnya tidak terlalu merusak jadwal.

Saat harus ada extras untuk ibu dan anak, keduanya sangat memuaskan meski harus berjuang keras saat menjaga sang anak agar bisa masuk kamera sesuai cerita. Overall... tidak memusingkan saya sebagai produser. 

Selama tiga hari editing akhirnya tugas itu selesai, meski beberapa hari setelahnya teman saya memberi info bahwa mereka take ulang vokalnya sehingga harus edit ulang untuk 'menempel' lagu dan videonya. 

Karena kesibukan masing-masing saya pun belum sempat mengopi materi video klip tersebut, padahal pernah janji untuk memberinya dalam bentuk DVD ke anak kecil yang muncul di akhir cerita, sebut saja Jamal, gayanya memang sudah mirip tokoh yang ada dalam serial yang sedang ngehits "Preman Pensiun", rambut panjang ditengah juga cincin akik dijari. Mungkin saatnya nanti saya bisa mampir memberinya kepingan DVD itu. 

Ah, rasa kangen shooting sedikit terobati.

_Ina_  

Secarik Cerita Dibulan Puasa

Alhamdulillah Ramadhan tahun ini, saya diberi kesempatana untuk memulai dan mengakhirinya di rumah bersama keluarga, Ibu-Bapak dan adik diakhir bulan. Sebagai perantau saya selalu mudik sesaat menjelang Syawal, sehingga kadang kala tak sempat terawih di Tajug dekat rumah. 

Nah... taun ini berbeda karena beberapa hari menjelang Ramadhan saya memang sedang di kampung dalam rangka doa bersama berpulangnya Indung. Sehingga saya memutuskan untuk berpuasa awal di rumah, sambil mengenang masa kecil dulu. 

Biasanya kami, warga kampung akan bebersih menjelang puasa dengan mandi besar di sungai, ada sebuah bendungan kecil, cukup untuk bersama beberapa orang berkeramas dengan tanah liat, lalu membasuhnya dengan shampoo. Tradisi itu kini sudah hilang karena sungai sudah kecil airnya dan keberadaan tanah liat sudah sulit didapat. Lagipula masing-masing rumah sudah memiliki kamar mandi sendiri dengan sumber air dari pegunungan hasil program PNPM pemerintah kabupaten, meski kadang ada kalanya tidak mengalir lancar. 

Hari pertama puasa, masih ada yang bekerja merenovasi rumah, saya bebersih kamar tengah agar kami bisa sholat tanpa harus menebeng dirumah saudara, tak luput kamar mandi tengah disikat bersih sehingga layak digunakan. Semula serpihan semen dan pasir memenuhi kamar mandi juga kamar tengah. Menjelang siang saya dan ibu beristirahat di rumah uwa belakang rumah, saat ashar tiba kami sholat dan bersiap masak.

Tak lama setelah saya dan ibu ke dapur yang masih didalam tenda darurat, datang bibi mencari uwa, katanya anak keduanya, Tisno, pingsan saat kerja mengecat rumah. Saat itu uwa sedang ashar di tajug dan saya yang menyampaikan berita tersebut agar segera ke puskesmas untuk melihat anaknya. Saya melanjutkan pekerjaan mengukus talas dan menghangatkan nasi juga makanan lain untuk berbuka. Uwa lelaki baru pulang dari sawah dan kaget saat diberitahu anaknya dibawa ke puskesmas. 

Lalu tetiba saat saya masih sibuk didapur ada panggilan dari nomer yang tak terdaftar yang mengatakan bahwa kakak sepupu saya itu meninggal, saat mendengarnya saya yakinitu suara ibu. Lalu saya bergegas menghampiri uwa lelaki untuk memastikan apakah uwa perempuan membawa HP atau tidak, dia tidak tahu karena baru pulang. Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup saya lah yang memberinya kabar bahwa anaknya meninggal. Semua menjadi serba tak karuan, uwa yang memang sedang tidak terlalu fit langsung shock, segera duduk di kursi dan saya meminta dua lelaki tetangga untuk menemaninya. 

Segera saya menuju rumah untuk memastikan bahwa memang ibu yang menelpon, saat dikroscek, ibu malah baru tahu keponakannya meninggal. Lalu saya telepon balik nomer yang tadi menelepon, ternyata itu adalah bibi, suaranya memang mirip suara ibu. Bibi pun sedang di rumah uwa, saat kami bertemu, bibi malah berucap "semoga hanya pingsan saja". Saat itu sudah banyak tetangga yang berkumpul. 

Ibu memutuskan untuk ke puskesmas diantar tetangga, saya masih sibuk mengurus dua dapur, dapur uwa dan dapur ibu. Semuanya harus disiapkan untuk nanti berbuka di hari puasa pertama. 

Saat saya kembali ke rumah uwa, saya mendapat kabar bahwa ibu pun kembali karena berpapasan dengan ambulans yang membawa almarhum kakak sepupu itu. Saya juga beberapa warga bergegas menuju rumah almarhum yang masih satu RT. 

Sesampainya disana, sudah banyak warga yang memenuhi rumah, di depan, samping, tengah, bahkan dapur juga jalan raya. Saat itu mobil ambulans masih terparkir di pinggir jalan.Saya masuk lewat dapur, melihat ibu dan bibi yang sedang menenangkan Uwa yang histeris akan kepergian anak keduanya, semuanya menangis. Ruang tengah penuh oleh warga, sekilas saya melihat almarhum kakak sepupu yang sedang dipasangkan tali diwajahnya, lalu saya menuju kamar, istrinya sedang menangis keras, saya dan saudara lain berusaha menenangkannya dan mengajaknya untuk terus beristighfar. 

Lalu tugas saya selanjutnya adalah menghubungi semua saudara yang sedang diluar kota. Kakak sepupu yang di Cimahi, adik bungsu almarhum yang saya telepon agar pulang dan menghubungi dua kakaknya yang lain. Lalu telepon adik saya agar meneruskan berita itu ke saudara yang lain di Jakarta, kemudian Om yang di Cimahi pun saya telepon dan memastikan bahwa beberapa waktu lalu katanya bertemu almarhum masih sehat walafiat. Saya jelaskan bahwa memang kepergiannya sangatlah mendadak mengagetkan semua orang. 

Oh ya Alloh... betapa dekatnya kepergian nenek dan cucu hanya berjarak sembilan hari, lalu kemudian kuburan mereka pun berdekatan. Saya lah orang yang akhirnya menyampaikan berita duka keduanya bagi saudara yang lain. Tugas sebagai humas di lembaga pun berlaku di keluarga. 

Semoga perjuangan almarhum saat tetap bekerja untuk istri dan anaknya, meski divonis beberapa penyakit menjadi amal ibadah yang baik.

Selamat jalan Kak... semoga engkau bahagia di rumahNya. 

_Ina_ 

SKALA PRIORITAS

Saat itu saya menjadi Penanggungjawab Workshop Produser Film Pendek yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung. Tugas saya bertanggungjawab penuh terhadap kelancaran dan kesuksesan event ini selama tiga hari, Selasa - Kamis / 9 - 11 Juni 2015. Seluruh pemateri : Sammaria Simanjuntak, Cesa David Luckmansyah dan Chand Parwez Servia semuanya saya penghubungnya sejak menawarkan mereka untuk turut berpartisipasi hingga memastikan seluruh kebutuhan terselesaikan. 

Hari pertama berjalan lancar, setelah membereskan ruang dan rapat sebentar dengan panitia, kami beranjak ke sebuah tempat makan untuk sedikit bercengkerama sambil makan malam.

Sekitar jam enam petang, ibu menelepon dan tak ada obrolan hanya terdengar sayup-sayup banyak orang. Lalu kemudian menghubungi kembali, hanya berkata "Indung tos teu aya." TEG hati saya langsung bergetar, antara kaget dan sedih. Lalu telepon diputus, otak saya langsung berpikir siapa yang harus saya telepon dan hubungi. 

Kakak sepupu yang di Cimahi saya telepon pertama kali sambil saya minta untuk menghubungi Uwa, ibunya, untuk lebih jelasnya. Lalu adik saya yang di Jakarta saya telepon agar memberi tahu kakak sepupu yang lain juga Uwa yang ada di Kranggan. Anak lelaki ketiga Indung.

Saat memberitahu panitia lain, semuanya menyarankan saya untuk pulang agar esok hari bisa menyaksikan Indung dikebumikan. Namun, rasa tanggungjawab dan beberapa hal yang harus saya handle membuat saya memutuskan untuk tetap di Bandung dan menyelesaikan tugas sebagai PIC. 

Saya meminta adik untuk menjelaskan ke orangtua dan keluarga besar tentang kondisinya. Kakak sepupu dan Om yang di Cimahi pun menelepon saya untuk pulang bareng. Keputusan saya sudah bulat untuk pulang saat workshop tersebut selesai. Setidaknya saya masih bisa berada di kampung hingga tujuh hari doa bersama. 

Setelah semua urusan workshop selesai dan bersiap pulang kampung, saya menunggu travel menjemput kekosan. Perjalanan yang lumayan lancar kami lalui, sekitar jam setengah enam pagi saya sampai di rumah bibi, tempat Indung meninggal. Seluruh keluarga saya memang menginap di rumah bibi, selain untuk menemani dan doa bersama saat malam, rumah kami, rumah orangtua saya tepatnya, masih dalam direnovasi belum bisa disinggahi. Itulah salah satu alasan kenapa Indung "diungsikan" dari rumah kami karena menunggu renovasi selesai. Namun takdir berkata lain, Indung meninggal di rumah bibi, anak bungsunya. 

Setelah bersalaman dengan semua kerabat, setelah minum jeniper dan sholat subuh, saya menemani mang, suami bibi, mengirim air doa yang semalam dipanjatkan ke kuburan Indung. 

Saat itulah aku merasakan kehadiran Indung, saya merasa sedang berkomunikasi dengan beliau. Saya panjatkan doa untuknya, memohon maaf karena baru sempat pulang dan meminta maklum untuk statusku yang masih single, tak sempat disaksikannya menikah. Semoga Indung tenang dalam ampunanNya. Amin

Saya mengguyur air doa sepanjang kuburannya, sambil meneteskan air mata yang tak bisa dibendung lagi. Bahkan saat meninggalkan komplek kuburan pun aku masih tersedu ketika berpapasan dengan dua wanita warga kampung yang akan berangkat ke sawah. Saya bersalaman dan ngobrol sekilas dengan hidung yang meler juga mata yang sembab. 

Terakhir saya bertemu Indung yaitu lebaran idul fitri tahun 2014 lalu, berarti hampir setahun kami tak bersua. Beberapa agenda keluarga di Bandung dan Jakarta tak sempat dihadiri Indung, sehingga saya tak sempat bertemu lagi. 

Ah semoga Indung bahagia disana, sama seperti saat beberapa malam lalu Indung hadir dalam mimpi dengan fisik yang lebih segar dan muda. Saya dan keluarga telah ikhlas. Sudah lama Indung mengharapkan "pulang" yang sesungguhnya. Semoga Alloh SWT selalu melindungi dan menyayangi seluruh keturunan Indung. Amin

Skala prioritas yang aku pilih semoga menjadi kebijakan yang memang diterima oleh semuanya. Selamat jalan Indung. 

We're officially missing you.

_Ina_ 

Kamis, 30 April 2015

JENUH mungkin

Beberapa hari ini saya sengaja mendiamkan hape, lebih merasa tenang karena semua notifikasi yang ada tidak mengganggu aktifitas saya dengan bunyinya yang kadang membuyarkan konsentrasi.

Saya merasakan jenuh yang sepertinya koq hidup begitu-begitu saja, terlalu rutin keseharian saya sehingga apa yang dirasa juga masih rasa yang sama. 

Sempat terlintas untuk berpindah keluar kota, mencari suasana baru, kegiatan baru, pekerjaan baru, relasi baru, bahkan mungkin teman dekat yang baru. Tapi saya juga berpikir bagaimana ikatan dan tanggungjawab saya di kota ini. 

Mungkin memang saya harus merubah kebiasaan keseharian saja, agar suasana baru bisa tercipta. Juga niat untuk backpacker kembali saatnya dilakukan. Mengunjungi daerah lain dengan transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau. Aah pengen liburaaaaaannnn ....

Ada beberapa hal yang terjadi dalam minggu-minggu ini, teman kerja yang baru, suasana yang baru, adaptasi yang baru dan penyesuaian emosi yang baru.   

Ya kalau bukan saya yang mencari solusi untuk rasa jenuh ini, siapa lagi? 
Saya semestinya membuat 'rute kehidupan' baru agar lebih bersemangat! Yeah!

_Ina_

Selasa, 14 April 2015

Hukum Menikah

Tetiba merasa malas untuk menikah, apakah saya harus menikah? Apa hukumnya jika saya tidak mau menikah? 

Mungkin perasaan malas ini karena saya belum dipertemukan dengan seseorang yang mambuatku yakin untuk membina rumah tangga. Seseorang yang membuat hati saya luluh dan nyaman untuk berbagi kehidupan bersama. Seseorang yang membuat saya merasa tidak cukup hanya dengan berteman dan dekat saja. Seseorang yang membuka lebar pintu hati dan dunianya untuk kehadiran saya menjadi bagiannya. 

Mungkin karena saya merasa belum bertemu dengan seseorang yang berjuang untuk meyakinkan dan memastikan saya bahwa dia memang memilih saya untuk menjadi pasangannya. Mungkin seseorang itu belum menunjukkan diri memastikan saya dan hati saya untuk siap menerima tanpa syarat. 

Mungkin karena terlalu banyak ketakutan-ketakutan saya tentang pernikahan.
Mungkin karena saya terlalu banyak berteman dengan pria jadi faham mereka seperti apa.
Mungkin saya bosan dengan segala ketidakjujuran yang membuat malas berumah tangga.
Mungkin saya terlalu pemilih.
Mungkin saya terlalu menginginkan kesempurnaan.

TAPI saya yakin ketika seseorang itu hadir tulus dan meminta saya menjadi bagian dari hidupnya saya akan merasa sempurna. Saya diinginkan dan dihargai sebagai wanita. Bukan sebagai perempuan untuk pemuas nafsu belaka. Bukan sebagai ibu dari anak-anaknya yang harus mengandung, menyusui dan mengasuh. Bukan sebagai teman mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bukan sebagai pemenuhan status pernikahan semata. Saya ingin dipilih bukan karena kehabisan stok. Saya ingin dipilih bukan karena usia saya yang sudah tua. Saya ingin dipilih bukan karena tak ada wanita yang mau menerimanya.

Saya harus dipilih karena memang hanya saya yang ingin dia miliki. Itu saja!!!

_Ina_

Minggu, 12 April 2015

Ulang Tahun

Yuph! Hari ini Minggu, 12 April 2015 aku berulang tahun. Detik-detik menjelang pergantian hari aku terlelap tak kuat menahan kantuk, kemudian terbangun cuci muka, sikat gigi dan isya. Rasa kantuk masih mendominasi, bahkan alarm subuh pun tak terdengar dan aku terbangun hampir jam tujuh pagi, Duh! Subuh terlewat.

Setelah membuat jeniper hangat, ngejus jambu merah aku menyetrika empat celana yang sudah mengering di hari sebelumnya. Lalu tetiba mataku melihat tumpukan kain, jahitan tanganku untuk sebuah rok belum terselesaikan, setelah menimbang dan mengecek aku memastikan akan membawanya ke penjahit saja, sudah menyerah untuk tak melanjutkan jahitanku. Lalu batik milik adik menggoda mata, akhirnya berpikir keras dan menemukan satu model, saat ini sedang dikerjakan perlahan diantara pekerjaan yang lain.

Umurku tepat 34 tahun, ya that's right! Mungkin kamu gak akan percaya, secara berani saya tuliskan angka itu dalam tulisanku kali ini. Kenapa? Agar siapapun yang mengetahuinya sadar bahwa angka hanyalah hitungan maju. Hakekat dari sebuah usia adalah kemanfaataannya. Jujur masih banyak kekurangan yang kulalui sejak kecil sampai ultah kali ini, salah satunya kekuatan mewujudkan mimpi. Rintangan yang dihadapi seringnya menjadi alasan. Ah ... aku harus berubah! Aku harus menyelesaikan apa yang sudah ku mulai. 

Tak ada perayaan, tak ada hingar bingar, tak ada makan-makan. Aku sengaja tak mencantumkan tanggal lahir di media sosial, karena menurutku, teman / sahabat yang baik akan selalu mengingat tanggal lahirmu. Ketika seseorang mengingat kelahiranku aku yakin dia peduli padaku :)

Aku malas jika harus membaca ucapan selamat, doa dan kehebohan media sosial saat aku berulang tahun, aku akan sulit membedakan mana orang yang memang peduli dengan ulang tahunku mana orang yang ikut-ikutan menghebohkan fasilitas tersebut. Itulah aku! Kumaha aing we.

Pagi-pagi adikku, Devi, mengirim ucapan dan doa melalui whatsapp, kami selalu berkirim doa di tiap uang tahun meski tak bertemu muka. Itulah satu bentuk kepedulian kakak beradik. Aku senang keluargaku mengingat kapan aku dilahirkan ke bumi ini. Siang hari saat aku sedang makan, ibu menelepon memberi beberapa kabar dari rumah, juga memintaku membawa seseorang yang telah dikenalkan padaku saat lebaran nanti. Duh! Se-desperate itu ibuku, bukannya mengucap selamat pada anak sulungnya yang sudah berusia tua tapi masih sendirian ini. Haha ... 

Pria kesekian (lupa tak pernah menghitung) yang baru bertemu denganku awal bulan ini, memang diperkenalkan oleh Uwa, kakaknya ibu. Saat Uwa menelepon tanggal 19 Maret lalu menanyakan apakah aku sudah punya pacar dan kujawab dengan "Belum ada yang melamar" akhirnya menjelaskan tentang pria yang sedang mencari pasangan. Awal bulan aku sengaja ke rumah Uwa HANYA dengan satu alasan untuk bertemu sang pria. Lelaki yang saat bertemu selalu menundukkan wajah dan merokok juga tidak sholat Jumat padahal dia sedang 'menjual' kepribadiannya. Bagaimana aku bisa memilih pria yang tidak menjaga kesehatannya? Bagaimana aku bisa memilih calon bapak bgai anak-anakku seorang yang melalaikan kewajiban mingguannya? Apa kabar kewajiban dia yang 5 waktu sehari? Aku tidak munafik dan naif, aku hanya memilih lelaki mana yang punya nilai keimanan dan mampu membimbing aku dan anak-anak kelak? Apakah itu berlebihan?

Setelah pertemuan itu aku tetap mengirim SMS padanya memberi kabar dan bercerita, aku hanya tidak ingin dinilai terlalu SOK jika harus secepat itu memutuskan silaturahmi. Sebagai sarjana komunikasi aku tahu bagaimana menghargai orang yang baru kukenal dan memutuskan apakah harus terus berlanjut atau selesai disitu saja.

Terus terang, ulang tahunku kali ini aku tidak berharap yang muluk-muluk, doaku hanya untuk keberkahan, kemudahan, kesehatan, kebahagiaan dan kelancaran kehidupanku. 

Apakah Tuhan akan menghadiahkan aku seorang pasangan segera, aku tak berharap banyak. Lelaki yang pernah dan masih dekat denganku bukan menjadi prioritas dalam hidupku. Aku yakin jika seorang pria membutuhkan aku sebagai pasangan hidupnya, dia akan membuktikan dan memperjuangkannya. Tentu dengan ijin dari-Nya.

Pria muda yang menjadi kecenganku memang sempat kuingat, ah ... aku masih menyimpan rasa suka padanya meski pun aku selalu berusaha untuk tak mengindahkannya, dia terlalu muda untukku. Kakak perempuannya belum menikah, dia masih umur 25, dan aku tak mungkin melamarnya. Haha ...

Terima kasih Alloh atas usia yang masih engkau berikan, semoga sisa umurku lebih barokah. 
Terima kasih keluargaku untuk doa dan perhatian juga kasih sayangnya.
Terima kasih teman-temanku yang memberi ucap dan doa untukku di hari ulang tahun.

Semoga segala kebaikan diberkahi untuk kita semua. Amin. Alhamdulillah.

_Ina_ 

Jumat, 10 April 2015

Film Tjokroaminoto

Saya merasa film ini terlalu lama atau alurnya terlalu pelan jadi terasa membosankan, artistik saya acungi jempol, kostum para pemain dipersiapkan detail.


Bukti Garin sebagai sutradara film ini terlihat dari adegan pertunjukan tari. Namun saya merasa soundtracknya mirip film animasi tentang princess, merasa aneh ketika Maia bermain piano dan menyanyi bersama anaknya. Apakah saat itu seorang istri bupati bisa melakukan hal tersebut? 

Cerita keseluruhan masih terasa kurang kuat, risetnya masih terbatas atau memang hanya ingin bercerita kisah tertentu saja. 


_Ina_   

Film Filosofi Kopi

Jika menonton film yang diadaptasi dari cerpen / novel saya harus menyiapkan diri untuk melihat perbedaan versi audiovisualnya. Setelah menikmati Filosofi Kopi, hal yang kurang menurut saya ketika bagian: video dokumentasi saat Ben dan Jodi kecil menyeduh kopi, saya rasa masa itu (15 tahun lalu) belum musim video selfie.

Scene Ben dan El yang curhat di warung pak Seno terlalu lama dan membosankan juga ketika Pak Seno dan istrinya yang mengisahkan tentang kopi dan Tiwus kurang kuat. Skenario belum maksimal.


Saat di perkebunan kopi, akting Ben sedihnya kurang dapet. Kemudian ending film berupa launching bukunya El saya merasa terlalu mirip dengan film PK.  Selebihnya sih saya suka tentang scene peracikan kopi dengan segala filosofinya. 

Tema besar dalam film ini menurut saya tentang hubungan keluarga, lebih tepatnya tentang anak dan ayah. Bagaimana Jodi berjuang melunasi hutang ayahnya dan merasa terbebani, El yang merasa tidak mengenal bapaknya karena intensitas pertemuan yang bisa dihitung jari juga tentang Ben yang merasa ayahnya lah yang membunuh ibunya. 

Hal baru yang saya suka dari film ini adalah adegan di pelelangan kopi, saya baru mengetahuinya. Betapa sangat seru jika memang kopi dari seluruh daerah di Indonesia terpusat dan menjadi 'barang berharga'.  

Sekitar 2 tahun terakhir saya menyukai kopi, lebih tepatnya kopi pahit. Nah, setelah menonton Filosofi Kopi saya mempraktekkan ketika menyeduh kopi tubruk, menuangkan air dengan memutarkannya di sekeliling gelas, biasanya hanya diseduhkan begitu saja, lalu saya turut serta menutup gelas terlebih dahulu dengan visin (piring kecil). Ternyata rasanya berbeda dengan biasanya, aroma kopi pun tak menyebar bebas dalam ruangan, saya bisa lebih fokus menyium aromanya dengan mendekatkan gelas ke arah hidung sesaat sebelum meminumnya. Pengalaman seru! :) 

_Ina_

Rabu, 08 April 2015

Mimpi Yang Membangunkan

Tadi saya terbangun jam empat pagi, padahal tanpa alarm bahkan subuh pun belum datang. Bangun kaget dan sebal karena mimpi yang penuh emosi.  Perasaan saya tidak memikirkan orang-orang yang ada dalam mimpi itu.

Oke, begini cerita dalam mimpinya, kira-kira yah, kan mimpi kadang suka absurd dan terpotong-potong. Saya dengan dua teman lelaki sedang karaoke di sebuah tempat (bukan tempat karaoke tapi di rumah sepertinya), nah saat asik memilih lagu, ada wanita yang berdebat sengit dengan satu teman laki dan mengganggu kami. Saya tetap fokus memilih lagu ADA Band dan kesulitan gegara mereka berargumen tentang hubungan mereka, dalam mimpi itu saya merasa cemburu. Padahal saya tidak ada hubungan apapun dengan dua teman lelaki itu, mungkin alam bawah sadar saya merasa iri karena belum memiliki suami. Hahaha

Atau mungkin si teman lelaki itu punya hasrat sama saya dan temannya menyetujui tapi masih ada wanita lain yang bisa menjadi alternatif pilihan. Hahaha... Who knows? Namanya juga mimpi. Sayangnya saya terbangun karena merasa emosi dan cemburu. Oh damn! Apa-apaan sih?! 

Saya merasa sudah berdoa dan melantunkan doa lain sebelum tidur, atau mungkin itu cara malaikat membangunkanku untuk sholat malam sebelum adzan subuh berkumandang. Sayang, saya terlalu emosi untuk sadar pada kesimpulan itu. 

Semoga tak ada lagi mimpi yang merugikan kondisi hati! Amin

_Ina_
  

Playlist Malam Ini

Udah lama gak muter lagunya Marcell dari album pertamanya MARCELL, satu album menjadi playlist malam ini, saya punya loh kasetnya album ini dengan label harga Rp 18.000 produksi tahun 2003.

Kali ini menulis ditemani Marcell merasa kembali ke masa dulu, banyak kenangan. Hampir semua lagu dalam album ini saya sukai. Oke akan saya bahas satu persatu ya. 

Lagu yang diusung juara diantaranya: Semusim, Firasat dan Jangan Pernah Berubah. Semusim ciptaan Tohpati & Joel Achmad, saya rasa banyak yang tahu lagu ini, sedih ya dan dalem banget. Lirik juaranya "Tak mudah menepis cerita indah"

Firasat ciptaan Dewi 'Dee' Lestari menjadi kolaborasi yang pas antara pasangan ini (waktu itu). Saya suka kalimat ini: "Akhirnya bagai sungai yang mendamba samudera. Kutahu pasti kemana kan ku bermuara". Uuuuuuhhhhh ... something like dreams came true.

Nah video klip Jangan Pernah Berubah masih saya ingat modelnya Gading Marten dan pacarnya (saat itu) Astrid Tiar bahkan ada adegan ciuman, saat itu saya merasa pas dengan lagunya. Melly Goeslaw memang tetap juara dalam menulis lirik lagu ini, ada harapan dalam kalimat "Oh cintaku kumau tetap kamu yang jadi kekasihku. Jangan pernah berubah". 

Lalu saya sangat memfavoritkan lagu Rindu & Kau Bisa Aku Bisa. Rindu dengan musik upbeat sangat kontras dengan liriknya. Kerinduan kepada sang mantan dan berharap mendapat penggantinya, tapi masih ingat. Kalimatnya lucu, keren dan dalem, Teh Melly memang juara deh nulis lirik. Ini ya seluruh liriknya :
Ku selalu hindari ingat
Ingatku pada engkau
Termenung ku selalu termenung
Bila ingat dirimu

Bersamamu hampir tak ada gundah
Hari-hari tak pernah kulupa 
Indah-indah dunia saat kau dan aku

Ku diam pun tak bisa kulupa
Rinai kasihmu menyelimuti diri
Dan ku ingin lekas dapat penggantimu 
Agar terobati rasa sepi di hati
Rindui engkau tak ku lupa
Selalu ingat


Tulisan Melly Goeslaw dalam lagu Kau Bisa Aku Bisa lebih lucu lagi loh, haha ... Kangen deh jadinya sama lagu Potret juga. Ah teteh Melly memang juara dah! Bercerita tentang seorang pria yang bertemu wanita yang sangat menggoda dan merasa tepat untuk mengisi hatinya yang pernah terluka, meminta wanita itu "maju jangan malu". Si pria akan setia jika wanita itu setia. Nah di bait akhir lucu kalimatnya, "Hatiku tak pernah duakan cinta, namun aku juga sedikit keras, bila kekasih duakan aku, ku punya fikir ku bisa kau bisa, maka ku minta kau harus setia". Keren yaaa ... :)

Nah lagu lain ada: Pertama Kali (Glenn Fredly), Sudahlah (Melly Goeslaw), Selama Bumi Berputar (EQ Puradiredja & Andrie Bayuadjie), Aku Rindu (Emil Bias & Ari Bias), Waktu Kan Menjawab (Fla 'Tofu'). 

Selain karya Marcell yang saya apresiasi lebih, saya pun sangat ngefans karena suaranya yang lembut dan matanya yang kubil (sipit tanpa lipatan, tapi bukan China). Saya memang suka sama mata kubil dan berharap bersuamikan seorang mata kubil. Hahahahaha ...  

Terima kasih telah menemani malam ini, memberiku rasa bahagia dan sedih juga haru. Teruslah berkarya! 

Tertanda
_Ina_

Jogging

Berawal dari kondisi fisik yang semakin menua dan merasa sering lelah jika berdiri lama kadang terasa mau pingsan, akhirnya tadi pagi saya memutuskan untuk olahraga ringan. Jogging keliling komplek kosan, hanya berdurasi 30 menit. Kebiasaan jika lama tak olahraga pasti suka merasa gatal pada beberapa pori-pori tubuh, seperti keringat yang sulit keluar. 

Sepulangnya jogging saya menyempatkan beli buah di mang sayur yang standby di gang kosan. Stok sarapan sedikit karena disarankan minimal ada tiga jenis buah makanya selalu memperbanyak dan mengkombinasikan agar kebutuhan nutrisi terpenuhi. Tak hanya buah yang sama setiap hari. 

Celana yang tergantung di pintu kamar akhirnya dicuci selepas sarapan sesi I lalu merasakan kantuk yang sangat tak bisa dihindari, lalu saya memutuskan tidur dan memasang alarm untuk 30 menit kedepan. Saat terbangun sarapan kembali, kebetulan menunya lumayan banyak: pepaya, salak, manggis, jambu. Mandi dan berdandan lalu menunggu jemputan untuk agenda rapat dan tertidur sekitar 20 menit sampai akhirnya berangkat. Bahkan di mobil pun sangat mengantuk. Kata teman mungkin saya kebanyakan karbohidrat atau diabetes. Dulu pernah cek ke laboratorium atas kecurigaan itu namun nihil. Memang punya keturunan, suka tidur jika tak ada kegiatan fisik tapi telinga masih mampu menyimak saat mata tertutup. 

Makanya saya yakin banget kenapa kantuk selalu bergelayut karena pasokan oksigen sangat lancar ke otak dan membuat tubuh saya rileks pun tarikan nafas saya jauh lebih panjang. Semoga mampu meningkatkan tekanan darah saya dan makin menyehatkan jiwa dan raga juga. 

Semoga saya konsisten melakukan jogging ini, agar kelak saat menjadi istri dan ibu sudah terbiasa hidup disiplin dan sehat. Amin
:3

_Ina_
   

Rapat Regu Pengamat FFB

Kali ini rapat kedua yang saya hadiri di kantor FFB membahas tentang film Nasional yang telah kami tonton di bioskop. Penilaian di bagi dalam tiga termin selama setahun, tiap termin akan dipilih lima nominee yang akan disandingkan dengan film lain dari dua termin. Nah tadi siang adalah termin kedua periode Januari - Maret 2015. 

Ada beberapa film yang saya beri nilai angka dan kami bahas bersama setelah diakumulatif per kategori dan dihitung total. Ada beberapa pembahasan yang menyayangkan dua film terpuruk di kategori editing dan musik padahal menurut dominasi pengamat masih layak di tiga besar per kategori.

Lalu dari sanalah poin penilaian saya mulai mengerucut dan fokus. Memang jika hanya sekali menonton akan keteteran untuk menikmati dan menilai sekaligus, butuh keterampilan yang teruji agar keduanya bisa dilakukan bersamaan.

Ada beberapa film yang tidak ada pemeran pembantu wanita namun tetap harus ada poin, kadang menjadi rancu. Akhirnya kami bersepakat untuk memberikan poin minimal 4 untuk kategori layak nilai. Mungkin termin ini saya terlalu baik hati dengan memberikan poin tinggi, karena pertimbangan ribetnya memproduksi film. Lalu ada pilihan angka plus koma sehingga tak harus nilai bulat, disanalah akan terlihat perbedaannya dari satu film ke film lain.

Ada beberapa film nasional yang luput dari pengamatan karena waktu tayang yang kadang singkat atau karena pengamat merasa "malas" untuk menontonnya. Inilah tugas utama regu pengamat untuk mengkurasi seluruh film yang tayang sehingga ada beberapa kategori yang mungkin akan menonjol dan menjadi nilai lebih sebuah film. 

Esok saya akan menonton Filosofi Kopi dan Guru Bangsa Tjokroaminoto dengan free pass yang difasilitasi FFB bagi regu pengamat. Oke tugas saya adalah menonton lebih peka dan jeli, tak hanya berfokus pada cerita saja. Mari belajar membaca film! :D

_Ina_   

   

Minggu, 05 April 2015

Haruskah Aku Menikah?

Semakin bertambah usia semakin terus bertanya pada diri sendiri. Benarkah aku ingin menikah? Adakah pria yang sanggup melengkapi segala kekuranganku? Aku tahu aku pribadi yang terlalu keras kepala, ketika menilai seseorang dan akan selalu bertentangan perlahan akan mundur untuk tidak melanjutkan hubungan. Selalu begitu, terlepas dari takdir atau jalan hidup yang telah Tuhan tuliskan. Aku selalu menutup pintu untuk kemungkinan yang lebih jauh. Mungkin aku memang terlalu pemilih, terlalu menginginkan kesempurnaan.

Padahal keinginanku hanya sederhana (menurutku), aku harus menikah dengan seseorang yang mau jujur dan siap berkomitmen dalam pernikahan, siap mendiskusikan hal apapun yang terjadi, bersama -sama mencari solusi dari permasalahan apapun.

Aku akan berikan penjelasan atas beberapa syarat diatas. Aku orang yang sering menjadi tempat bercerita teman-teman tentang relationship mereka baik yang masih pacaran atau pun sudah menikah. Banyak cerita yang sedikit banyak mempengaruhi prinsip hidupku tentang sebuah status pernikahan. 

Pasanganku harus jujur, kesetiaan dalam sebuah hubungan aku rasa sangat sulit dilakukan. Pasangan yang benar-benar setia, tidak tergoda bahkan disaat hubungannya bermasalah aku rasa sangat jarang. Maka dari itu aku hanya butuh pasangan yang jujur. Ketika dia bertemu dengan wanita yang membuatnya nyaman dan sangat dia butuhkan, kejujuran dia untuk berterusterang sangat aku tuntut, jangan pernah mengkhianati sebuah komitmen pernikahan, apalagi menjadikan alasan untuk saling mengkhianati. Aku akan meminta dia untuk mengakhiri komitmen denganku lalu membiarkannya dengan wanita yang memang dia butuhkan tersebut, pun sebaliknya saat aku menemukan pria yang lebih aku butuhkan dan sangat nyaman bersamanya aku akan jujur pada pasangan dan berpisah lalu memulai hubungan baru. Jangan pernah membuat masalah dalam masalah! Jangan pernah membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan! Ingatlah awal ketika akan berkomitmen, maka akhiri dengan melepas komitmen tersebut. Jujur adalah hal penting yang aku inginkan dari pasangan. 
  
Siap berkomitmen dalam pernikahan adalah syarat kedua untuk menjadi pasanganku. Aku tipe perempuan yang tidak suka dikekang, tidak suka ikatan dan senang berteman juga akrab dengan banyak pria. Tapi aku adalah orang yang penuh komitmen, ketika seorang pria siap menjadi pasanganku maka harus berkomitmen untuk membangun rumah tangga bersama, dengan segala konsekuensinya. Aku butuh satu kepastian bahwa pernikahan adalah bentuk komitmen kami berdua dalam menua bersama, membesarkan dan mendidik anak cucu kelak. 

Pasanganku harus pria yang siap mendiskusikan apapun dalam pernikahan. Ada banyak pernikahan yang membiarkan masalah kecil bertumpuk dan menggunung lalu menjadi bom waktu ketika keduanya sudah muak dengan segala peristiwa dalam pernikahannya. Pasanganku harus siap "berdebat hebat" denganku tentang hal kecil sekalipun lalu membuat keputusan bersama dan menghormatinya sebagai sebuah hasil kesepakatan sebagai pasangan. Jangan pernah membiarkan masalah kecil menjadi besar karena terus diulas saat terjadi pertengkaran. Satu masalah selesai dalam satu malam, esoknya harus sudah membaik dan saling menghormati satu sama lain.

Sikap keras kepalaku sudah terlalu mendarah daging, namun aku bisa menjadi seseorang yang sangat toleran ketika aku menjadi pasangan seseorang, keputusan bersama adalah hasil musyawarah tanpa mengedepankan ego dan kepentingan masing-masing. Aku sangat menghargai sebuah komitmen pernikahan, aku akan menjadi si keras kepala yang bisa memahami dan sadar diri. 

Haruskah aku menikah? Maka jawabannya adalah: beri satu alasan kuat.
Beberapa hari lalu aku bertemu dan berkegiatan dengan seorang kecengan yang kini sudah berumur 25 tahun, dulu aku mengenalnya saat masih awal 20an, masih ABG dan menyenangkan. Kini ketika kami bertemu kembali, melihatnya dengan kumis dan jenggot yang mulai menghiasi wajahnya aku merasa ketakutan. Takut bagaimana jika dia melamarku untuk menjadi istrinya? Kemungkinan kami untuk menikah sangat besar, terlepas dari usia kami yang terpaut banyak, aku lebih tua darinya, tapi prinsip hidup kami yang tak jauh beda bisa menjadi satu pegangan jika nanti berumahtangga. Jujur aku terlalu takut jika dia benar-benar melamarku, aku memang menyukainya, tapi dia semakin mendewasa, semakin siap menjadi seorang imam keluarga. Cara dia menatap dan memperhatikanku semakin membuatku ingin segera berpisah dan kami kembali berada di kota yang berbeda. Namun biarlah waktu memberi jawabnya, sama seperti status whatsappnya "All about time".

Haruskah aku menikah? Semoga aku menikah dengan seorang pria yang memenuhi empat syarat tadi. As simple as that.       
   
_Ina_

Menikah

Sebentar lagi aku akan berulang tahun, sudah tak lagi ABG pastinya. Dahulu ... setiap akan lebaran atau ulang tahun aku selalu berharap sudah "bersama" dengan seseorang. Namun nyatanya sampai saat ini pun aku masih tetap sendiri. Menikmati lebaran dengan keluarga besar juga tetangga. Berulang tahun dengan teman-teman yang ada.  

Bukan ... bukan aku tidak bersyukur hanya saja harapan itu sudah berbeda kini. Menikmati momen istimewa tidak harus dengan seseorang tetapi bersama-sama bukan sesuatu yang salah. 

Dulu targetku menikah di usia 23 tahun dan sudah berlalu bertahun-tahun. Dulu selalu berpikir bahwa menikah adalah rencana yang bisa diatur agar tercapai sesuai harapan. Kapan waktunya, dengan siapa pasangannya, seperti apa pelaksanaannya, siapa saja yang akan diundang, dan lain sebagainya.

Ternyata menikah bukan tugasku untuk menentukannya. Dekat dengan beberapa pria sempat membuatku berharap dan bahkan berdoa khusus agar kami menikah, merasa bahwa dialah orang yang tepat untuk menjadi pasangan hidup. Berlalu waktu ternyata bukan itu jawaban doaku. Dia dan beberapa pria lainnya bukan jodohku. Lalu perlahan kemudian aku mampu melupakan doa dan harapan dahulu, bahkan merasa biasa saja saat berjumpa dengan pria-pria itu. Rasa suka, sayang dan cinta bersifat sementara. Aku merasakan itu. Atau bisa jadi karena aku pribadi yang terlalu pembosan sehinngga terlalu cepat untuk melupakan.

Kini jika ditanya tentang menikah dan pernikahan, sejujurnya aku tidak tahu harus menyikapi seperti apa. Aku bahkan tidak tahu apakah aku memang ingin menikah atau tidak. 

Jika untuk alasan berikut aku harus menikah maka mungkin inilah sebenarnya: aku ingin hamil dan melahirkan, aku ingin menjadi ibu, aku ingin menjadi istri, aku ingin memberi mantu dan cucu untuk ortu, aku ingin menggenapkan ibadah dalam pernikahan, aku ingin punya teman tidur dan diskusi, aku ingin dinafkahi secara resmi. Alasan yang sangat klasik dan bulshit. Padahal aku bisa mengadopsi anak, aku bisa kawin tanpa menikah, aku bisa mandiri secara finansial dan emosi, aku bisa terus menjadi diri sendiri. 

Sayangnya aku punya keluarga dan agama yang memiliki aturan. Tapi aku ingin menikah HANYA karena memang aku mau menikah. Atas dasar keinginan diri sendiri dan kesiapan mental untuk membina keluarga. 

Terlalu munafik jika alasanku menikah hanya karena usia, karena permintaan keluarga, karena ada yang siap menikahi, karena malu, karena rasa kasihan, karena hal-hal lain yang bukan keinginanku sendiri.

Mungkin ini semua terjadi karena terlalu banyak harapan, ekspektasi, ketakutan, traumatik, terlalu banyak syarat yang harus terpenuhi. Padahal menikah itu bisa sesederhana: Aku menikah dengan seseorang yang aku sukai, aku yakini mampu berkomitmen bersama, memiliki kesamaan visi dan misi dalam menyikapi rumah tangga, saling menerima dan belajar untuk bertoleransi. Sesimpel itu semestinya. 

_Ina_    

Rabu, 04 Maret 2015

Film 2014

Saya teringat satu judul film luar yang sangat menghebohkan karena dihubungkan dengan kiamat, iya film 2012. Ternyata dunia masih terus berkehidupan hingga pada tahun 2014 Indonesia memiliki Presiden terpilih. Latar belakang inilah yang dijadikan kekuatan film dari besutan Rahabi Mandra dan Hanung Bramantyo ini.

Drama Action menjadi genre film ini, suguhan adegan berkelahi sangat terasa nyata, membuat saya dibuat tegang dan terdiam kaku menyaksikannya. Beberapa camilan bahkan tak saya indahkan. Framing dalam pengambilan gambar juga terasa enak, posisi kamera secara long shot memudahkan penonton untuk menikmati aksi laga. Terasa berbeda dengan dua film sebagai perbandingan saya yaitu The Raid dan Pendekar Tongkat Emas.

Dalam film 2014 ini saya sangat menikmati setiap adegan aksi para pemain, ikut terlibat dan menilainya sebagai sebuah karya yang memang “matang” dibuat.

Astri (Atiqah Hasiholan) dan Satria (Rio Dewanto) terlihat ahli bela diri, mereka sangat total dalam film ini. Beberapa plot yang kadang sudah diduga tetap memberi kejutan.

Mendengar kabar bahwa film ini diproduksi tahun 2012 dan tertunda tayang karena beberapa alasan yang saya dengar, membuat kemunculannya di bioskop menjadi angin segar. Horee... bisa menonton film ini. Aura politik di Indonesia yang masih memanas memang menjadi alasan film ini tertunda dan beberapa kejadian dalam film ini memang sedikit banyak terjadi dalam kehidupan negara ini. Satu yang paling menonjol adalah keputusan untuk menghancurkan KPK sangat terasa akhir-akhir ini. Begitulah politik, kadang terduga kadang mengejutkan.

Saya memberi nilai 9 untuk film ini, karena saya sangat dibuat fokus dan terseret ke dalam ceritanya. Selamat!


_Ina Khuzaimah_  

Film HIJAB

Sangat penasaran dengan akting Zaskia Adya Mecca di layar lebar. Pemilihan plot cerita yang berbeda dari film Indonesia lainnya juga berbeda dari film religi yang umum, Hijab memberikan penawaran yang segar, terlebih dengan kostum yang “niat” menjadi ikon film ini. 

Beberapa artistik yang menunjang sangat terasa ngepop dan renyah.
Sosok empat wanita masing-masing memiliki karakter yang saling melengkapi, saya sedikit kaget ketika seorang Zaskia berdialog di sebuah pengajian mengucapkan “anjrit”. Sesuatu yang berani baik dari segi diksi dalam dialog juga image Zaskia diluar film.

Terlepas dari beragam kontroversi terhadap film ini saya merasa terhibur dan mengambil beberapa pelajaran tentang kejujuran, baik jujur terhadap pasangan maupun jujur terhadap perasaan hati.


Proses perjalanan seseorang memakai jilbab disuguhkan dalam beragam alasan melalui film Hijab ini. Pemilihan kata “hijab” terlalu berat bagi keseluruhan film ini yang sangat ringan dan ngepop. 

_Ina Khuzaimah_ 

Film Di Balik 98

Kalau ditanya alasan kenapa menonton film ini, bisa jadi karena saya penasaran melihat karya Lukman Sardi sebagai sutradara. Film ini mengambil latar peristiwa tahun 1998, mengenai kerusuhan akibat perjuangan reformasi yang dilakukan mahasiswa untuk menurunkan pemerintah yakni presiden Soeharto. Ketika disuguhkan adegan penjarahan, perusakan, pemerkosaan dan intimidasi bagi kaum keturunan Tionghoa saya masih terasa kurang geregetnya.

Adegan yang harusnya diperlihatkan tegang dan serius nampak kurang karena akting para ekstras yang kurang yakin saat melakukan orasi dan demo besar-besaran. Pun ketika tokoh anak kecil pemulung yang melintas dan menonton adegan demonstrasi yang dikawal ketat aparat, sepertinya kurang masuk akal. Ketegangan yang “penting” kurang maknanya ketika orang bebas berseliweran.

Pemilihan beberapa pemain untuk memerankan tokoh-tokoh penting terasa nyeleneh karena sebagain mereka komedian/comic. Adegan rapat penting, menjadi lelucon karena tak jarang penonton tertawa saat melihat pemainnya.

Mungkin Lukman Sardi mencoba menyuguhkan sisi lain dari kelamnya peristiwa di waktu itu. Namun kisah drama yang terjadi pun kurang nendang. Kurang kuat dan terasa dangkal.


Jika diminta memberi point untuk film ini dari 1-10 saya kasih nilai 6. Semoga Film Indonesia yang banyak diproduksi akhir-akhir ini makin beragam dan memperbanyak khasanah perfilman kita. 

_Ina Khuzaimah_ 

Film TANAH MAMA


Tak banyak film dokumenter yang saya lihat, selain karena minimnya produksi dokumenter juga kurangnya informasi pemutaran film dokumenter. Begitu mendapat undangan dari Sammaria Simanjuntak untuk hadir di bioskop yang memutar “Tanah Mama” ini saya sangat antusias apalagi bisa bertemu dengan para sineas yang ada dibalik layar produksi film ini. Jarang film dokumenter diputar bertiket di layar lebar, seperti halnya film fiksi.

Sebagai sineas yang baru pertama kali berkarya, Asrida Elisabeth mampu menyuguhkan tayangan yang memukau. Konflik yang disuguhkan, gambar yang ditampilkan juga bahasa dan aktifitas warga di Wamena – Papua membuka mata saya. Tim Kalyana Shira Foundation berhasil membuat film dokumenter yang tidak membosankan.  

Ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil. Pertama, tanggung jawab. Bagaimana orang tua selayaknya memberikan kewajibannya terhadap keluarga dan anak-anaknya, memastikan keluarganya tercukupi semua kebutuhan. Seorang tokoh yang menasehati suami Mama Halosina, untuk menyelesaikan masalah yang menimpa istri pertamanya tersebut, bukan malah menghindarinya. Terkait tanggung jawab yang lain, yaitu ketika peristiwa “pencurian” yang diadukan ke ketua suku dan akan berujung di kepolisian jika tak ada penyelesaian. Penegakkan hukum yang wajib diacungi jempol.

Mengenai pendidikan yang belum merata menjadi masalah lain dalam film ini, ketika anak-anak Mama Halosina tidak bersekolah sementara anak-anak dari istri yang kedua mendapat kesempatan belajar meski harus jauh berjalan kaki. Momen saat anak Mama Halosina menyebut daun pisang sebagai uang menjadi informasi yang jelas, betapa mereka tahu kesulitan yang terjadi pada keluarganya.

Kekeluargaan yang kuat sangat membahagiakan, saat kakaknya Mama Halosina mengijinkan keluarga adiknya itu tinggal bersama dan mengelola kebun miliknya, juga mengkonsumsi hasil kebun itu bersama. Pun ketika Mama Halosina dengan gigih membujuk dan berkunjung ke adik iparnya untuk menyelesaikan “pencurian” ubi diselesaikan dengan kekeluargaan.

Ketika melihat sumber makanan yang dikonsumsi Mama Halosina adalah ubi hasil tanam di kebun, sementara tanaman lainnya untuk dijual ke pasar agar mendapatkan penghasilan. Di titik itulah saya disadarkan, “Hai hargailah makanan yang tersaji untukmu! Masih banyak orang lain yang kekurangan, mau makan saja harus berjuang” Saya tak layak menyisakan makanan, harus disyukuri dan dinikmati!

Masalah apapun yang menimpa Mama Halosina, pergi ke gereja menjadi satu momen yang menenangkan. Beribadah dengan warga yang lain, juga semua jemaat menyumbangkan ubi yang mereka punya untuk diakomodir oleh pihak gereja. Nilai berbagi menjadi nilai lebih dari film ini.
Ending film yang menginformasikan bahwa suami Mama Halosina membukakan ladang untuk mereka, menjadi kabar yang menggembirakan. Juga saat Mama Halosina tetap tinggal dengan kakaknya dan seluruh keluarga dalam tempat yang sederhana menjadi pilihan yang harus dihargai ditengah konflik yang terjadi antar sepupu, anak Mama Halosina dan anak kakaknya saling mengakui piring yang dibawa dari rumah Mama Halosina dulu. Konflik kecil yang sering terjadi baik dalam keluarga, persaudaraan, pertemanan atau lingkungan pekerjaan. Masalah yang justru akan mengeratkan hubungan mereka satu sama lain.
Terima kasih Tuhan, Alloh SWT, yang telah mengingatkan saya melalui film “Tanah Mama” ini. Salam Sinema. (Ina Khuzaimah)  


NB : Tulisan ini dipublish di Majalah Ruang Film vol. 1 Maret 2015

Film Kapan Kawin

Kayaknya kalau mau dibuat transparan kalimat itu menempel dan terpampang jelas di semua kepala orang-orang, saat bertemu orang yang masih asik single dan berusia tak lagi muda. Kayanya koq ya kurang puas kalau tak menanyakan kalimat itu.

Beruntung sebuah rumah produksi membuat film dengan judul yang sangat familiar, sekilas terdengar seperti film asal yang berbicara tentang kebiasaan masyarakat bertanya dan rasa bosan terhadap pertanyaan itu. Namun setelah benar-benar menontonnya saya tertipu.

Film “Kapan Kawin” arahan sutradara Ody C. Harahap ini sangat lucu, dramatis dan menyentuh. Saya merasa memiliki film ini, ini film gue banget. Saya menilai karena Monty Tiwa (juga Robert Ronny) menuliskannya dengan sangat real, sesuai fakta dan banyak terjadi. Monty memang spesialisasi film yang merakyat dalam arti realitas yang nyata dan jeli yang tak dilihat penulis lainnya. Contoh saja Film Mendadak Dangdut.

Sekuen pembuka film ini tentang kesibukan seorang manager hotel yang sukses secara karier namun anjlok dalam percintaan khususnya pernikahan. Usianya sudah melewati 30 tahun namun masih betah melajang. “Tuh kan, sibuk kerja melulu sik!” kata orang.
Tekanan keluarga membuat tokoh Dinda yang dipanggil Didi ini, mengambil keputusan untuk menyewa aktor yang berperan sebagai kekasihnya agar keluarga lebih tenang.

Namun justru masalah baru terjadi dan merubah hidup Didi dan juga seluruh keluarganya. Sosok Satrio yang sangat nyentrik dan membuat jam kerja selama dikontrak Didi, sangat menyebalkan saat menolak untuk melakonkan skenario dari Didi. Satrio berperan sesuai kemauannya.

Keseluruhan adegan dalam film ini bercerita tentang kepura-puraan dan kejujuran. Didi yang berpura-pura punya kekasih, orangtuanya mengetes calon suami dengan jebakan-jebakan, keluarga kakanya yang terkesan bahagia padahal tidak, lalu Satrio yang berpura-pura sebagai dokter spesialis bedah untuk menganalogikan kepura-puraan itu sendiri.

Hubungan Didi dan Satrio sangat terasa ketika diawali pertengkaran mereka di mobil juga diakhiri dengan pertengkaran di gang samping rumah. Disitulah mulai keterlibatan mereka secara emosi diluar kontrak.

Ending film yang sangat menganjurkan untuk jujur ini mampu membuat saya menangis dan tertawa sekaligus. Betapa kejujuran itu memang menyakitkan namun mampu menyembuhkan.

Saya sangat suka dengan dialog Satrio dan Didi yang membahas kebahagiaan. “Bahagia itu ibarat uang, kalau kamu mau ngasih uang kamu harus punya uang dulu, kalau kamu ingin membahagaikan orang lain kamu dulu yang harus bahagia.”

Unsur lain yang sangat saya nikmati yaitu kostum dan make-upnya, terasa sekali disiapkan dengan matang.

Terakhir, saya sangat mengapresiasi film “Kapan Kawin” ini dengan sepenuh hati. Semoga para penonton dicerahkan dengan pentingnya kejujuran dan membahagiakan diri sendiri. Hei... ini hidupmu loh, nikmati dengan bahagia!        


_Ina Khuzaimah_