Senin, 03 Agustus 2015

SHOOTING VIDEO KLIP RELIGI

Sudah lama saya tidak shooting, lalu tak lama setelah saya datang di Bandung sepulang dari kampung halaman, seorang teman menghubungi apakah saya sudah balik, katanya ada project membuat video klip, jika jadi ingin saya terlibat sebagai produsernya. 

Lalu kami akhirnya shooting satu hari di bulan puasa, beruntung saat itu saya sedang haid jadi masih bisa curi-curi waktu untuk minum dan makan cemilan buah. 

Alhamdulillah proses shootingnya sangat dimudahkan meski ada satu lokasi yang tak sempat digunakan karena waktu yang mepet karena sempat telat sejak awal dari jadwal yang dibuat. Namun secara cerita masih aman. Sempat dikagetkan karena disatu lokasi sang pencipta lagu, Andika, mengundang tiga infotainment meliput proses shooting. Agak berasa gimana gitu sih tapi untungnya tidak terlalu merusak jadwal.

Saat harus ada extras untuk ibu dan anak, keduanya sangat memuaskan meski harus berjuang keras saat menjaga sang anak agar bisa masuk kamera sesuai cerita. Overall... tidak memusingkan saya sebagai produser. 

Selama tiga hari editing akhirnya tugas itu selesai, meski beberapa hari setelahnya teman saya memberi info bahwa mereka take ulang vokalnya sehingga harus edit ulang untuk 'menempel' lagu dan videonya. 

Karena kesibukan masing-masing saya pun belum sempat mengopi materi video klip tersebut, padahal pernah janji untuk memberinya dalam bentuk DVD ke anak kecil yang muncul di akhir cerita, sebut saja Jamal, gayanya memang sudah mirip tokoh yang ada dalam serial yang sedang ngehits "Preman Pensiun", rambut panjang ditengah juga cincin akik dijari. Mungkin saatnya nanti saya bisa mampir memberinya kepingan DVD itu. 

Ah, rasa kangen shooting sedikit terobati.

_Ina_  

Secarik Cerita Dibulan Puasa

Alhamdulillah Ramadhan tahun ini, saya diberi kesempatana untuk memulai dan mengakhirinya di rumah bersama keluarga, Ibu-Bapak dan adik diakhir bulan. Sebagai perantau saya selalu mudik sesaat menjelang Syawal, sehingga kadang kala tak sempat terawih di Tajug dekat rumah. 

Nah... taun ini berbeda karena beberapa hari menjelang Ramadhan saya memang sedang di kampung dalam rangka doa bersama berpulangnya Indung. Sehingga saya memutuskan untuk berpuasa awal di rumah, sambil mengenang masa kecil dulu. 

Biasanya kami, warga kampung akan bebersih menjelang puasa dengan mandi besar di sungai, ada sebuah bendungan kecil, cukup untuk bersama beberapa orang berkeramas dengan tanah liat, lalu membasuhnya dengan shampoo. Tradisi itu kini sudah hilang karena sungai sudah kecil airnya dan keberadaan tanah liat sudah sulit didapat. Lagipula masing-masing rumah sudah memiliki kamar mandi sendiri dengan sumber air dari pegunungan hasil program PNPM pemerintah kabupaten, meski kadang ada kalanya tidak mengalir lancar. 

Hari pertama puasa, masih ada yang bekerja merenovasi rumah, saya bebersih kamar tengah agar kami bisa sholat tanpa harus menebeng dirumah saudara, tak luput kamar mandi tengah disikat bersih sehingga layak digunakan. Semula serpihan semen dan pasir memenuhi kamar mandi juga kamar tengah. Menjelang siang saya dan ibu beristirahat di rumah uwa belakang rumah, saat ashar tiba kami sholat dan bersiap masak.

Tak lama setelah saya dan ibu ke dapur yang masih didalam tenda darurat, datang bibi mencari uwa, katanya anak keduanya, Tisno, pingsan saat kerja mengecat rumah. Saat itu uwa sedang ashar di tajug dan saya yang menyampaikan berita tersebut agar segera ke puskesmas untuk melihat anaknya. Saya melanjutkan pekerjaan mengukus talas dan menghangatkan nasi juga makanan lain untuk berbuka. Uwa lelaki baru pulang dari sawah dan kaget saat diberitahu anaknya dibawa ke puskesmas. 

Lalu tetiba saat saya masih sibuk didapur ada panggilan dari nomer yang tak terdaftar yang mengatakan bahwa kakak sepupu saya itu meninggal, saat mendengarnya saya yakinitu suara ibu. Lalu saya bergegas menghampiri uwa lelaki untuk memastikan apakah uwa perempuan membawa HP atau tidak, dia tidak tahu karena baru pulang. Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup saya lah yang memberinya kabar bahwa anaknya meninggal. Semua menjadi serba tak karuan, uwa yang memang sedang tidak terlalu fit langsung shock, segera duduk di kursi dan saya meminta dua lelaki tetangga untuk menemaninya. 

Segera saya menuju rumah untuk memastikan bahwa memang ibu yang menelpon, saat dikroscek, ibu malah baru tahu keponakannya meninggal. Lalu saya telepon balik nomer yang tadi menelepon, ternyata itu adalah bibi, suaranya memang mirip suara ibu. Bibi pun sedang di rumah uwa, saat kami bertemu, bibi malah berucap "semoga hanya pingsan saja". Saat itu sudah banyak tetangga yang berkumpul. 

Ibu memutuskan untuk ke puskesmas diantar tetangga, saya masih sibuk mengurus dua dapur, dapur uwa dan dapur ibu. Semuanya harus disiapkan untuk nanti berbuka di hari puasa pertama. 

Saat saya kembali ke rumah uwa, saya mendapat kabar bahwa ibu pun kembali karena berpapasan dengan ambulans yang membawa almarhum kakak sepupu itu. Saya juga beberapa warga bergegas menuju rumah almarhum yang masih satu RT. 

Sesampainya disana, sudah banyak warga yang memenuhi rumah, di depan, samping, tengah, bahkan dapur juga jalan raya. Saat itu mobil ambulans masih terparkir di pinggir jalan.Saya masuk lewat dapur, melihat ibu dan bibi yang sedang menenangkan Uwa yang histeris akan kepergian anak keduanya, semuanya menangis. Ruang tengah penuh oleh warga, sekilas saya melihat almarhum kakak sepupu yang sedang dipasangkan tali diwajahnya, lalu saya menuju kamar, istrinya sedang menangis keras, saya dan saudara lain berusaha menenangkannya dan mengajaknya untuk terus beristighfar. 

Lalu tugas saya selanjutnya adalah menghubungi semua saudara yang sedang diluar kota. Kakak sepupu yang di Cimahi, adik bungsu almarhum yang saya telepon agar pulang dan menghubungi dua kakaknya yang lain. Lalu telepon adik saya agar meneruskan berita itu ke saudara yang lain di Jakarta, kemudian Om yang di Cimahi pun saya telepon dan memastikan bahwa beberapa waktu lalu katanya bertemu almarhum masih sehat walafiat. Saya jelaskan bahwa memang kepergiannya sangatlah mendadak mengagetkan semua orang. 

Oh ya Alloh... betapa dekatnya kepergian nenek dan cucu hanya berjarak sembilan hari, lalu kemudian kuburan mereka pun berdekatan. Saya lah orang yang akhirnya menyampaikan berita duka keduanya bagi saudara yang lain. Tugas sebagai humas di lembaga pun berlaku di keluarga. 

Semoga perjuangan almarhum saat tetap bekerja untuk istri dan anaknya, meski divonis beberapa penyakit menjadi amal ibadah yang baik.

Selamat jalan Kak... semoga engkau bahagia di rumahNya. 

_Ina_ 

SKALA PRIORITAS

Saat itu saya menjadi Penanggungjawab Workshop Produser Film Pendek yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung. Tugas saya bertanggungjawab penuh terhadap kelancaran dan kesuksesan event ini selama tiga hari, Selasa - Kamis / 9 - 11 Juni 2015. Seluruh pemateri : Sammaria Simanjuntak, Cesa David Luckmansyah dan Chand Parwez Servia semuanya saya penghubungnya sejak menawarkan mereka untuk turut berpartisipasi hingga memastikan seluruh kebutuhan terselesaikan. 

Hari pertama berjalan lancar, setelah membereskan ruang dan rapat sebentar dengan panitia, kami beranjak ke sebuah tempat makan untuk sedikit bercengkerama sambil makan malam.

Sekitar jam enam petang, ibu menelepon dan tak ada obrolan hanya terdengar sayup-sayup banyak orang. Lalu kemudian menghubungi kembali, hanya berkata "Indung tos teu aya." TEG hati saya langsung bergetar, antara kaget dan sedih. Lalu telepon diputus, otak saya langsung berpikir siapa yang harus saya telepon dan hubungi. 

Kakak sepupu yang di Cimahi saya telepon pertama kali sambil saya minta untuk menghubungi Uwa, ibunya, untuk lebih jelasnya. Lalu adik saya yang di Jakarta saya telepon agar memberi tahu kakak sepupu yang lain juga Uwa yang ada di Kranggan. Anak lelaki ketiga Indung.

Saat memberitahu panitia lain, semuanya menyarankan saya untuk pulang agar esok hari bisa menyaksikan Indung dikebumikan. Namun, rasa tanggungjawab dan beberapa hal yang harus saya handle membuat saya memutuskan untuk tetap di Bandung dan menyelesaikan tugas sebagai PIC. 

Saya meminta adik untuk menjelaskan ke orangtua dan keluarga besar tentang kondisinya. Kakak sepupu dan Om yang di Cimahi pun menelepon saya untuk pulang bareng. Keputusan saya sudah bulat untuk pulang saat workshop tersebut selesai. Setidaknya saya masih bisa berada di kampung hingga tujuh hari doa bersama. 

Setelah semua urusan workshop selesai dan bersiap pulang kampung, saya menunggu travel menjemput kekosan. Perjalanan yang lumayan lancar kami lalui, sekitar jam setengah enam pagi saya sampai di rumah bibi, tempat Indung meninggal. Seluruh keluarga saya memang menginap di rumah bibi, selain untuk menemani dan doa bersama saat malam, rumah kami, rumah orangtua saya tepatnya, masih dalam direnovasi belum bisa disinggahi. Itulah salah satu alasan kenapa Indung "diungsikan" dari rumah kami karena menunggu renovasi selesai. Namun takdir berkata lain, Indung meninggal di rumah bibi, anak bungsunya. 

Setelah bersalaman dengan semua kerabat, setelah minum jeniper dan sholat subuh, saya menemani mang, suami bibi, mengirim air doa yang semalam dipanjatkan ke kuburan Indung. 

Saat itulah aku merasakan kehadiran Indung, saya merasa sedang berkomunikasi dengan beliau. Saya panjatkan doa untuknya, memohon maaf karena baru sempat pulang dan meminta maklum untuk statusku yang masih single, tak sempat disaksikannya menikah. Semoga Indung tenang dalam ampunanNya. Amin

Saya mengguyur air doa sepanjang kuburannya, sambil meneteskan air mata yang tak bisa dibendung lagi. Bahkan saat meninggalkan komplek kuburan pun aku masih tersedu ketika berpapasan dengan dua wanita warga kampung yang akan berangkat ke sawah. Saya bersalaman dan ngobrol sekilas dengan hidung yang meler juga mata yang sembab. 

Terakhir saya bertemu Indung yaitu lebaran idul fitri tahun 2014 lalu, berarti hampir setahun kami tak bersua. Beberapa agenda keluarga di Bandung dan Jakarta tak sempat dihadiri Indung, sehingga saya tak sempat bertemu lagi. 

Ah semoga Indung bahagia disana, sama seperti saat beberapa malam lalu Indung hadir dalam mimpi dengan fisik yang lebih segar dan muda. Saya dan keluarga telah ikhlas. Sudah lama Indung mengharapkan "pulang" yang sesungguhnya. Semoga Alloh SWT selalu melindungi dan menyayangi seluruh keturunan Indung. Amin

Skala prioritas yang aku pilih semoga menjadi kebijakan yang memang diterima oleh semuanya. Selamat jalan Indung. 

We're officially missing you.

_Ina_