Senin, 03 Agustus 2015

Secarik Cerita Dibulan Puasa

Alhamdulillah Ramadhan tahun ini, saya diberi kesempatana untuk memulai dan mengakhirinya di rumah bersama keluarga, Ibu-Bapak dan adik diakhir bulan. Sebagai perantau saya selalu mudik sesaat menjelang Syawal, sehingga kadang kala tak sempat terawih di Tajug dekat rumah. 

Nah... taun ini berbeda karena beberapa hari menjelang Ramadhan saya memang sedang di kampung dalam rangka doa bersama berpulangnya Indung. Sehingga saya memutuskan untuk berpuasa awal di rumah, sambil mengenang masa kecil dulu. 

Biasanya kami, warga kampung akan bebersih menjelang puasa dengan mandi besar di sungai, ada sebuah bendungan kecil, cukup untuk bersama beberapa orang berkeramas dengan tanah liat, lalu membasuhnya dengan shampoo. Tradisi itu kini sudah hilang karena sungai sudah kecil airnya dan keberadaan tanah liat sudah sulit didapat. Lagipula masing-masing rumah sudah memiliki kamar mandi sendiri dengan sumber air dari pegunungan hasil program PNPM pemerintah kabupaten, meski kadang ada kalanya tidak mengalir lancar. 

Hari pertama puasa, masih ada yang bekerja merenovasi rumah, saya bebersih kamar tengah agar kami bisa sholat tanpa harus menebeng dirumah saudara, tak luput kamar mandi tengah disikat bersih sehingga layak digunakan. Semula serpihan semen dan pasir memenuhi kamar mandi juga kamar tengah. Menjelang siang saya dan ibu beristirahat di rumah uwa belakang rumah, saat ashar tiba kami sholat dan bersiap masak.

Tak lama setelah saya dan ibu ke dapur yang masih didalam tenda darurat, datang bibi mencari uwa, katanya anak keduanya, Tisno, pingsan saat kerja mengecat rumah. Saat itu uwa sedang ashar di tajug dan saya yang menyampaikan berita tersebut agar segera ke puskesmas untuk melihat anaknya. Saya melanjutkan pekerjaan mengukus talas dan menghangatkan nasi juga makanan lain untuk berbuka. Uwa lelaki baru pulang dari sawah dan kaget saat diberitahu anaknya dibawa ke puskesmas. 

Lalu tetiba saat saya masih sibuk didapur ada panggilan dari nomer yang tak terdaftar yang mengatakan bahwa kakak sepupu saya itu meninggal, saat mendengarnya saya yakinitu suara ibu. Lalu saya bergegas menghampiri uwa lelaki untuk memastikan apakah uwa perempuan membawa HP atau tidak, dia tidak tahu karena baru pulang. Mau tidak mau, sanggup tidak sanggup saya lah yang memberinya kabar bahwa anaknya meninggal. Semua menjadi serba tak karuan, uwa yang memang sedang tidak terlalu fit langsung shock, segera duduk di kursi dan saya meminta dua lelaki tetangga untuk menemaninya. 

Segera saya menuju rumah untuk memastikan bahwa memang ibu yang menelpon, saat dikroscek, ibu malah baru tahu keponakannya meninggal. Lalu saya telepon balik nomer yang tadi menelepon, ternyata itu adalah bibi, suaranya memang mirip suara ibu. Bibi pun sedang di rumah uwa, saat kami bertemu, bibi malah berucap "semoga hanya pingsan saja". Saat itu sudah banyak tetangga yang berkumpul. 

Ibu memutuskan untuk ke puskesmas diantar tetangga, saya masih sibuk mengurus dua dapur, dapur uwa dan dapur ibu. Semuanya harus disiapkan untuk nanti berbuka di hari puasa pertama. 

Saat saya kembali ke rumah uwa, saya mendapat kabar bahwa ibu pun kembali karena berpapasan dengan ambulans yang membawa almarhum kakak sepupu itu. Saya juga beberapa warga bergegas menuju rumah almarhum yang masih satu RT. 

Sesampainya disana, sudah banyak warga yang memenuhi rumah, di depan, samping, tengah, bahkan dapur juga jalan raya. Saat itu mobil ambulans masih terparkir di pinggir jalan.Saya masuk lewat dapur, melihat ibu dan bibi yang sedang menenangkan Uwa yang histeris akan kepergian anak keduanya, semuanya menangis. Ruang tengah penuh oleh warga, sekilas saya melihat almarhum kakak sepupu yang sedang dipasangkan tali diwajahnya, lalu saya menuju kamar, istrinya sedang menangis keras, saya dan saudara lain berusaha menenangkannya dan mengajaknya untuk terus beristighfar. 

Lalu tugas saya selanjutnya adalah menghubungi semua saudara yang sedang diluar kota. Kakak sepupu yang di Cimahi, adik bungsu almarhum yang saya telepon agar pulang dan menghubungi dua kakaknya yang lain. Lalu telepon adik saya agar meneruskan berita itu ke saudara yang lain di Jakarta, kemudian Om yang di Cimahi pun saya telepon dan memastikan bahwa beberapa waktu lalu katanya bertemu almarhum masih sehat walafiat. Saya jelaskan bahwa memang kepergiannya sangatlah mendadak mengagetkan semua orang. 

Oh ya Alloh... betapa dekatnya kepergian nenek dan cucu hanya berjarak sembilan hari, lalu kemudian kuburan mereka pun berdekatan. Saya lah orang yang akhirnya menyampaikan berita duka keduanya bagi saudara yang lain. Tugas sebagai humas di lembaga pun berlaku di keluarga. 

Semoga perjuangan almarhum saat tetap bekerja untuk istri dan anaknya, meski divonis beberapa penyakit menjadi amal ibadah yang baik.

Selamat jalan Kak... semoga engkau bahagia di rumahNya. 

_Ina_ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar