Kayaknya
kalau mau dibuat transparan kalimat itu menempel dan terpampang jelas di semua
kepala orang-orang, saat bertemu orang yang masih asik single dan berusia tak
lagi muda. Kayanya koq ya kurang puas kalau tak menanyakan kalimat itu.
Beruntung
sebuah rumah produksi membuat film dengan judul yang sangat familiar, sekilas
terdengar seperti film asal yang berbicara tentang kebiasaan masyarakat
bertanya dan rasa bosan terhadap pertanyaan itu. Namun setelah benar-benar
menontonnya saya tertipu.
Film
“Kapan Kawin” arahan sutradara Ody C. Harahap ini sangat lucu, dramatis dan
menyentuh. Saya merasa memiliki film ini, ini film gue banget. Saya menilai
karena Monty Tiwa (juga Robert Ronny) menuliskannya dengan sangat real, sesuai
fakta dan banyak terjadi. Monty memang spesialisasi film yang merakyat dalam arti
realitas yang nyata dan jeli yang tak dilihat penulis lainnya. Contoh saja Film
Mendadak Dangdut.
Sekuen
pembuka film ini tentang kesibukan seorang manager hotel yang sukses secara
karier namun anjlok dalam percintaan khususnya pernikahan. Usianya sudah
melewati 30 tahun namun masih betah melajang. “Tuh kan, sibuk kerja melulu sik!”
kata orang.
Tekanan
keluarga membuat tokoh Dinda yang dipanggil Didi ini, mengambil keputusan untuk
menyewa aktor yang berperan sebagai kekasihnya agar keluarga lebih tenang.
Namun
justru masalah baru terjadi dan merubah hidup Didi dan juga seluruh keluarganya.
Sosok Satrio yang sangat nyentrik dan membuat jam kerja selama dikontrak Didi,
sangat menyebalkan saat menolak untuk melakonkan skenario dari Didi. Satrio berperan
sesuai kemauannya.
Keseluruhan
adegan dalam film ini bercerita tentang kepura-puraan dan kejujuran. Didi yang
berpura-pura punya kekasih, orangtuanya mengetes calon suami dengan
jebakan-jebakan, keluarga kakanya yang terkesan bahagia padahal tidak, lalu
Satrio yang berpura-pura sebagai dokter spesialis bedah untuk menganalogikan
kepura-puraan itu sendiri.
Hubungan
Didi dan Satrio sangat terasa ketika diawali pertengkaran mereka di mobil juga
diakhiri dengan pertengkaran di gang samping rumah. Disitulah mulai
keterlibatan mereka secara emosi diluar kontrak.
Ending
film yang sangat menganjurkan untuk jujur ini mampu membuat saya menangis dan
tertawa sekaligus. Betapa kejujuran itu memang menyakitkan namun mampu
menyembuhkan.
Saya
sangat suka dengan dialog Satrio dan Didi yang membahas kebahagiaan. “Bahagia
itu ibarat uang, kalau kamu mau ngasih uang kamu harus punya uang dulu, kalau
kamu ingin membahagaikan orang lain kamu dulu yang harus bahagia.”
Unsur
lain yang sangat saya nikmati yaitu kostum dan make-upnya, terasa sekali
disiapkan dengan matang.
Terakhir,
saya sangat mengapresiasi film “Kapan Kawin” ini dengan sepenuh hati. Semoga para
penonton dicerahkan dengan pentingnya kejujuran dan membahagiakan diri sendiri.
Hei... ini hidupmu loh, nikmati dengan bahagia!
_Ina
Khuzaimah_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar