Rabu, 04 Maret 2015

Film Kapan Kawin

Kayaknya kalau mau dibuat transparan kalimat itu menempel dan terpampang jelas di semua kepala orang-orang, saat bertemu orang yang masih asik single dan berusia tak lagi muda. Kayanya koq ya kurang puas kalau tak menanyakan kalimat itu.

Beruntung sebuah rumah produksi membuat film dengan judul yang sangat familiar, sekilas terdengar seperti film asal yang berbicara tentang kebiasaan masyarakat bertanya dan rasa bosan terhadap pertanyaan itu. Namun setelah benar-benar menontonnya saya tertipu.

Film “Kapan Kawin” arahan sutradara Ody C. Harahap ini sangat lucu, dramatis dan menyentuh. Saya merasa memiliki film ini, ini film gue banget. Saya menilai karena Monty Tiwa (juga Robert Ronny) menuliskannya dengan sangat real, sesuai fakta dan banyak terjadi. Monty memang spesialisasi film yang merakyat dalam arti realitas yang nyata dan jeli yang tak dilihat penulis lainnya. Contoh saja Film Mendadak Dangdut.

Sekuen pembuka film ini tentang kesibukan seorang manager hotel yang sukses secara karier namun anjlok dalam percintaan khususnya pernikahan. Usianya sudah melewati 30 tahun namun masih betah melajang. “Tuh kan, sibuk kerja melulu sik!” kata orang.
Tekanan keluarga membuat tokoh Dinda yang dipanggil Didi ini, mengambil keputusan untuk menyewa aktor yang berperan sebagai kekasihnya agar keluarga lebih tenang.

Namun justru masalah baru terjadi dan merubah hidup Didi dan juga seluruh keluarganya. Sosok Satrio yang sangat nyentrik dan membuat jam kerja selama dikontrak Didi, sangat menyebalkan saat menolak untuk melakonkan skenario dari Didi. Satrio berperan sesuai kemauannya.

Keseluruhan adegan dalam film ini bercerita tentang kepura-puraan dan kejujuran. Didi yang berpura-pura punya kekasih, orangtuanya mengetes calon suami dengan jebakan-jebakan, keluarga kakanya yang terkesan bahagia padahal tidak, lalu Satrio yang berpura-pura sebagai dokter spesialis bedah untuk menganalogikan kepura-puraan itu sendiri.

Hubungan Didi dan Satrio sangat terasa ketika diawali pertengkaran mereka di mobil juga diakhiri dengan pertengkaran di gang samping rumah. Disitulah mulai keterlibatan mereka secara emosi diluar kontrak.

Ending film yang sangat menganjurkan untuk jujur ini mampu membuat saya menangis dan tertawa sekaligus. Betapa kejujuran itu memang menyakitkan namun mampu menyembuhkan.

Saya sangat suka dengan dialog Satrio dan Didi yang membahas kebahagiaan. “Bahagia itu ibarat uang, kalau kamu mau ngasih uang kamu harus punya uang dulu, kalau kamu ingin membahagaikan orang lain kamu dulu yang harus bahagia.”

Unsur lain yang sangat saya nikmati yaitu kostum dan make-upnya, terasa sekali disiapkan dengan matang.

Terakhir, saya sangat mengapresiasi film “Kapan Kawin” ini dengan sepenuh hati. Semoga para penonton dicerahkan dengan pentingnya kejujuran dan membahagiakan diri sendiri. Hei... ini hidupmu loh, nikmati dengan bahagia!        


_Ina Khuzaimah_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar