Minggu, 05 April 2015

Haruskah Aku Menikah?

Semakin bertambah usia semakin terus bertanya pada diri sendiri. Benarkah aku ingin menikah? Adakah pria yang sanggup melengkapi segala kekuranganku? Aku tahu aku pribadi yang terlalu keras kepala, ketika menilai seseorang dan akan selalu bertentangan perlahan akan mundur untuk tidak melanjutkan hubungan. Selalu begitu, terlepas dari takdir atau jalan hidup yang telah Tuhan tuliskan. Aku selalu menutup pintu untuk kemungkinan yang lebih jauh. Mungkin aku memang terlalu pemilih, terlalu menginginkan kesempurnaan.

Padahal keinginanku hanya sederhana (menurutku), aku harus menikah dengan seseorang yang mau jujur dan siap berkomitmen dalam pernikahan, siap mendiskusikan hal apapun yang terjadi, bersama -sama mencari solusi dari permasalahan apapun.

Aku akan berikan penjelasan atas beberapa syarat diatas. Aku orang yang sering menjadi tempat bercerita teman-teman tentang relationship mereka baik yang masih pacaran atau pun sudah menikah. Banyak cerita yang sedikit banyak mempengaruhi prinsip hidupku tentang sebuah status pernikahan. 

Pasanganku harus jujur, kesetiaan dalam sebuah hubungan aku rasa sangat sulit dilakukan. Pasangan yang benar-benar setia, tidak tergoda bahkan disaat hubungannya bermasalah aku rasa sangat jarang. Maka dari itu aku hanya butuh pasangan yang jujur. Ketika dia bertemu dengan wanita yang membuatnya nyaman dan sangat dia butuhkan, kejujuran dia untuk berterusterang sangat aku tuntut, jangan pernah mengkhianati sebuah komitmen pernikahan, apalagi menjadikan alasan untuk saling mengkhianati. Aku akan meminta dia untuk mengakhiri komitmen denganku lalu membiarkannya dengan wanita yang memang dia butuhkan tersebut, pun sebaliknya saat aku menemukan pria yang lebih aku butuhkan dan sangat nyaman bersamanya aku akan jujur pada pasangan dan berpisah lalu memulai hubungan baru. Jangan pernah membuat masalah dalam masalah! Jangan pernah membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan! Ingatlah awal ketika akan berkomitmen, maka akhiri dengan melepas komitmen tersebut. Jujur adalah hal penting yang aku inginkan dari pasangan. 
  
Siap berkomitmen dalam pernikahan adalah syarat kedua untuk menjadi pasanganku. Aku tipe perempuan yang tidak suka dikekang, tidak suka ikatan dan senang berteman juga akrab dengan banyak pria. Tapi aku adalah orang yang penuh komitmen, ketika seorang pria siap menjadi pasanganku maka harus berkomitmen untuk membangun rumah tangga bersama, dengan segala konsekuensinya. Aku butuh satu kepastian bahwa pernikahan adalah bentuk komitmen kami berdua dalam menua bersama, membesarkan dan mendidik anak cucu kelak. 

Pasanganku harus pria yang siap mendiskusikan apapun dalam pernikahan. Ada banyak pernikahan yang membiarkan masalah kecil bertumpuk dan menggunung lalu menjadi bom waktu ketika keduanya sudah muak dengan segala peristiwa dalam pernikahannya. Pasanganku harus siap "berdebat hebat" denganku tentang hal kecil sekalipun lalu membuat keputusan bersama dan menghormatinya sebagai sebuah hasil kesepakatan sebagai pasangan. Jangan pernah membiarkan masalah kecil menjadi besar karena terus diulas saat terjadi pertengkaran. Satu masalah selesai dalam satu malam, esoknya harus sudah membaik dan saling menghormati satu sama lain.

Sikap keras kepalaku sudah terlalu mendarah daging, namun aku bisa menjadi seseorang yang sangat toleran ketika aku menjadi pasangan seseorang, keputusan bersama adalah hasil musyawarah tanpa mengedepankan ego dan kepentingan masing-masing. Aku sangat menghargai sebuah komitmen pernikahan, aku akan menjadi si keras kepala yang bisa memahami dan sadar diri. 

Haruskah aku menikah? Maka jawabannya adalah: beri satu alasan kuat.
Beberapa hari lalu aku bertemu dan berkegiatan dengan seorang kecengan yang kini sudah berumur 25 tahun, dulu aku mengenalnya saat masih awal 20an, masih ABG dan menyenangkan. Kini ketika kami bertemu kembali, melihatnya dengan kumis dan jenggot yang mulai menghiasi wajahnya aku merasa ketakutan. Takut bagaimana jika dia melamarku untuk menjadi istrinya? Kemungkinan kami untuk menikah sangat besar, terlepas dari usia kami yang terpaut banyak, aku lebih tua darinya, tapi prinsip hidup kami yang tak jauh beda bisa menjadi satu pegangan jika nanti berumahtangga. Jujur aku terlalu takut jika dia benar-benar melamarku, aku memang menyukainya, tapi dia semakin mendewasa, semakin siap menjadi seorang imam keluarga. Cara dia menatap dan memperhatikanku semakin membuatku ingin segera berpisah dan kami kembali berada di kota yang berbeda. Namun biarlah waktu memberi jawabnya, sama seperti status whatsappnya "All about time".

Haruskah aku menikah? Semoga aku menikah dengan seorang pria yang memenuhi empat syarat tadi. As simple as that.       
   
_Ina_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar