Jumat, 10 April 2015

Film Filosofi Kopi

Jika menonton film yang diadaptasi dari cerpen / novel saya harus menyiapkan diri untuk melihat perbedaan versi audiovisualnya. Setelah menikmati Filosofi Kopi, hal yang kurang menurut saya ketika bagian: video dokumentasi saat Ben dan Jodi kecil menyeduh kopi, saya rasa masa itu (15 tahun lalu) belum musim video selfie.

Scene Ben dan El yang curhat di warung pak Seno terlalu lama dan membosankan juga ketika Pak Seno dan istrinya yang mengisahkan tentang kopi dan Tiwus kurang kuat. Skenario belum maksimal.


Saat di perkebunan kopi, akting Ben sedihnya kurang dapet. Kemudian ending film berupa launching bukunya El saya merasa terlalu mirip dengan film PK.  Selebihnya sih saya suka tentang scene peracikan kopi dengan segala filosofinya. 

Tema besar dalam film ini menurut saya tentang hubungan keluarga, lebih tepatnya tentang anak dan ayah. Bagaimana Jodi berjuang melunasi hutang ayahnya dan merasa terbebani, El yang merasa tidak mengenal bapaknya karena intensitas pertemuan yang bisa dihitung jari juga tentang Ben yang merasa ayahnya lah yang membunuh ibunya. 

Hal baru yang saya suka dari film ini adalah adegan di pelelangan kopi, saya baru mengetahuinya. Betapa sangat seru jika memang kopi dari seluruh daerah di Indonesia terpusat dan menjadi 'barang berharga'.  

Sekitar 2 tahun terakhir saya menyukai kopi, lebih tepatnya kopi pahit. Nah, setelah menonton Filosofi Kopi saya mempraktekkan ketika menyeduh kopi tubruk, menuangkan air dengan memutarkannya di sekeliling gelas, biasanya hanya diseduhkan begitu saja, lalu saya turut serta menutup gelas terlebih dahulu dengan visin (piring kecil). Ternyata rasanya berbeda dengan biasanya, aroma kopi pun tak menyebar bebas dalam ruangan, saya bisa lebih fokus menyium aromanya dengan mendekatkan gelas ke arah hidung sesaat sebelum meminumnya. Pengalaman seru! :) 

_Ina_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar